UJI ANTIMALARIA EKSTRAK
ETANOL 80% TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha
indica L.) TERHADAP KEMAMPUAN HIDUP MENCIT TERINFEKSI Plasmodium berghei
Afidatul Muadifah1
1Laboratorium
Kimia Organik Jurusan Kimia, Laboratorium Bioteknologi
(Biotek) dan Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Malang (UIN) Maulana Malik Ibrahim
ABSTRAK
Malaria adalah penyakit infeksi
parasit menular yang disebabkan oleh Plasmodium,
yang tersebar luas dan paling dikenal karena banyak menimbulkan kematian
sepanjang zaman. Telah dilakukan penelitian tentang uji antimalaria ekstrak
etanol 80% tanaman Anting-anting (Acalypha
indica L.) terhadap
kemampuan hidup mencit yang terinfeksi plasmodium berghei. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan
bahan alam sebagai antimalaria alami,
dengan menentukan kemampuan
hidup mencit yang terinfeksi malaria dengan 8 variasi perlakuan.
Allah telah menjelaskan dalam al Quran surat asy Syu’ara ayat 7 bahwa “Maha
Besar Allah yang mana telah menciptakan berbagai macam tumbuhan yang baik dan
bermanfaat”. Penelitian ini ingin mengetahui bahwa tanaman Anting-anting
berpotensi memberikan manfaat sebagai antimalaria.
Uji antimalaria dilakukan secara in vivo. Hewan coba mencit diinfeksi
dengan 106 parasit
Plasmodium berghei dan dibagi dalam 8
kelompok perlakuan, (1) Kontrol non
infeksi; (2) Kontrol negatif;
(3) Kontrol positif
(klorokuin dosis 5,71 mg/kg BB)2;
(4) Anting-anting dosis 0,01 mg/kg BB; (5) Anting-anting dosis 0,1 mg/kg BB;
(6) Anting-anting dosis 1 mg/kg BB; (7) Anting-anting dosis 10 mg/kg BB; dan
(8) Anting-anting dosis 100 mg/kg BB. Perlakuan dimulai pada hari ke-0 ketika
derajat parasitemia mencapai 1 – 5% dan diamati
kemampuan hidup
mencit
sampai 30 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan
kemampuan hidup mencit kelompok ekstrak obat adalah lebih lama daripada mencit
kelompok kontrol negatif.
Kata kunci: Antimalaria, tanaman Anting-anting,
klorokuin, derajat parasitemia, Plasmodium berghei.
PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit
infeksi parasit menular yang disebabkan oleh Plasmodium, yang tersebar
luas dan paling dikenal karena banyak menimbulkan kematian sepanjang zaman.
Penyakit malaria sudah dikenal sejak dahulu dan dinyatakan sebagai pembunuh
terbesar pada manusia sebab lebih dari 150 juta penduduk dunia yang menderita
penyakit ini, sekitar 3 juta orang akan mati karena terkena penyakit malaria
(Pelczar dan Chandalam Arif, 2008).
The World Malaria Report melaporkan sekitar 3,3miliar orang berada pada risiko malaria. Pada tahun 2010, ada kasus malaria sekitar 216 juta dan 655.000 diantaranya mengalami kematian akibat malaria. Pada
tahun 2010, 90% dari semua kematian malaria terjadi di wilayah Afrika,
terutama di kalangan anak di bawah usia lima tahun.
Akan tetapi dengan upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan telah menyebabkan penurunan angka kematian malaria
lebih dari 25% secara global sejak tahun
2000 dan sebesar 33% di wilayah Afrika.
The
World Malaria Report (2011) juga telah membuktikan adanya peningkatan
jaring insektisida dan terapi kombinasi artemisin (ACT) yang telah disediakan
secara global. Akan tetapi permintaan terapi kombinasi artemisin (ACT) secara
total diproyeksikan meningkat lebih dari 32% dari tahun 2010. Hal tersebut diduga
karena adanya resistensi parasit Plasmodium yang telah diidentifikasi di
tiga wilayah perbatasan tambahan antara Thailand dan Kamboja. Sehingga sangat dibutuhkan pemikiran
baru untuk menemukan dan mengembangkan obat baru yang tidak hanya mengobati
malaria oleh P. falciparum dengan cepat dan mudah melainkan juga untuk
melawan resistensi parasit Plasmodium. Sebagaimana
dilaporkan oleh WHO (2012), yaitu tentang penilaian up to
date tren global dan
regional pada
upaya untuk
mencegah, mengendalikan dan
menghilangkan malaria. WHO ini merangkum dan menganalisa data yang
diterima dari 104 negara dan
wilayah serta berbagai mitra endemis
malaria. Laporan ini juga
mengkaji kemajuan
menuju target
2015 dan
menjelaskan tantangan saat ini untuk mengendalikan
dan mengeliminasi malaria secara global dengan adanya kebijakan
serta rekomendasi WHO di negara-negara endemik.
Sebagian masyarakat masih mengenal tanaman Anting-anting
sebagai tanaman liar yang mengganggu. Oleh
karena itu perlu adanya penelitian yang lebih banyak tentang potensinya sebagai
obat.
Halimah (2010) melakukan pengujian awal untuk mengetahui
adanya potensi bioaktivitas tanaman Anting-anting. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa tingkat toksisitas terhadap Artemia salina Leach pada
ekstrak n-heksana lebih besar daripada ekstrak etanol dan ekstrak kloroform
yaitu dengan nilai LC50 57,0933 ppm; 73,4575 ppm dan 149,374 ppm.
Berdasarkan penelitian tersebut di atas, meskipun nilai toksisitas ekstrak
etanol tersebut lebih kecil daripada n-heksana tetapi termasuk dalam rentang
yang memberikan aktivitas antimalaria yang baik (Herintsoa et al.,
2005).
Selanjutnya, dalam penelitian Nadia (2012) tentang aktivitas antimalaria secara in vivo dari senyawa
triterpenoid ekstrak diklorometana tanaman Anting-anting (Acalypha indica Linn.)pada
dosis 1 mg/kg BB, 10 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB. Berturut-turut menunjukkan
persen penghambatan terhadap Plasmodium berghei sebesar 38,20%; 42,70%
dan 64,90%. Kemudian dari hasil analisis probit data tersebut memperoleh nilai
ED50 sebesar 11,9 mg/kg BB, yang mana merupakan nilai efektifitas
dosis yang cukup bagus dalam menghambat aktivitas parasit malaria.
Kemudian penelitian Hayati (2009) yang juga menggunakan
ekstrak etanol tanaman Anting-anting sebagai antimalaria menunjukkan hasil yang
cukup signifikan dalam menghambat pertumbuhan parasit Plasmodium berghei akan
tetapi dalam penelitian tersebut belum ada analisis probit yang bisa dijadikan
acuan tentang efektifitas dosis dari ekstrak etanol sebagai antiplasmodialmaka
hal tersebut sangat mendorong peneliti untuk melakukan pengujian lebih lanjut
dari ekstrak etanol tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut,
pelarut etanol yang digunakan adalah pada konsentrasi 99% (p.a.) dan terbukti
memberikan tingkat pengekstrakan senyawa aktif antimalaria yang bagus.
Selanjutnya, peneliti akan mencoba untuk bisa menemukan bahan obat baru dengan menggunakan
pelarut etanol konsentrasi 80% dari tanaman Anting-anting, karena merujuk pada
penelitian lain yang dengan pelarut etanol 80% tersebut telah membuktikan
adanya potensi aktif dalam mengekstrak senyawaan yang positif menghambat
pertumbuhan parasit malaria. Diantaranya yaitu dalam penelitian Muti’ah (2010) dengan
sampel batang talikuning (Anamirta cocculus)menggunakan pelarut etanol
80% yang mana menghasilkan nilai ED50 sebesar 4,7 mg/Kg BB dimana
mampu melakukan penghambatan pertumbuhan Plasmodium berghei.
Secara farmakoterapi, pembuatan obat herbal secara umum
telah menggunakan pelarut etanol dengan konsentrasi 70% - 80% (Sukandar,
2011).Beberapa pernyataan tersebut, maka menjadi salah satu acuan dari
penggunaan etanol 80% dalam penelitian ini.Karena pada prinsipnya, sebuah
penelitian mempunyai tujuan akhir untuk pembuatan obat baru.
Ekstrak pekat yang diperoleh dari proses maserasi dibuat
dalam 5 variasi dosis, yaitu 0,01 mg/kg BB; 0,1 mg/kg BB; 1 mg/kg BB; 10 mg/kg
BB dan 100 mg/kg BB. Selanjutnya dilakukan uji in vivo untuk mengetahui
kemampuan hidup mencit selama 30 hari.
METODOLOGI
Tanaman
Tanaman Anting-anting (Acalypha
indica L.) diperoleh dari daerah Blitar, bagian batang dan daun kering
diserbuk dengan ukuran ≥ 60 mesh, kemudian diekstraksi menggunakan pelarut
etanol 80% dengan metode maserasi.
Hewan Coba
Penelitian ini menggunakan hewan
coba mencit jantan galur Balb/c sejumlah 48 ekor yang dibagi menjadi 8
perlakuan dengan berat badan 15 – 20 gr, umur 8 – 10 minggu. Mencit diberi
makan dan minum secara ad libitum.
Rancangan Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan penelitian eksperimental laboratorium. Sampel diambil dari bagian tanaman yaitu
bagian daun dan batang, kemudian dikeringanginkan dan dihaluskan dalam bentuk
serbuk menggunakan blender. Selanjutnya serbuk yang diperoleh dianalisis kadar
airnya untuk kemudian diekstraksi maserasi secara bertahap dengan pelarut
etanol 80%. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipisahkan dari pelarutnya
menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang agak
kental (dipastikan pelarut sudah terpisah dari ekstrak dengan caramengalirkan
gas N2 sampai diperoleh berat ekstrak pekat yang konstan). Ekstrak
pekat yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk uji antimalaria in vivo untuk
mengetahui kemampuan hidup mencit selama 30 hari.
Freezing dan Thawing Isolat P. berghei
Perlakuan
Freezing dan Thawing isolat
parasit dalam penelitian ini merujuk pada penelitianCoutrier (2009). Hal pertama
yang dilakukan dalam Freezing isolat parasit adalah dengan mengambil 0,8
mL darah jantung dari mencit donor yang telah terinfeksi kemudian dimasukkan
dalam vacum tube yang telah berisi EDTA. Setelah itu vacum tube
yang telah berisi darah dari jantung dan EDTA ditambahkan dengan 1,6 mL larutan
Alsever’s yang mengandung 10% gliserol. Selanjutnya vacum tube ditutup
dan dimasukkan ke dalam liquid nitrogen tankselama ± 1 menit. Kemudian
dipindahkan dalam freez -70 ˚C. Ketika
akan digunakan atau diambil darah yang telah terinfeksi parasit tersebut untuk
perlakuan infeksi, vacum tube yang telah berisi isolat parasit tersebut
dikeluarkan dari freezer (proses thawing). Dengan demikian
parasit memungkinkan untuk mencair dan siap untuk diinfeksikan pada hewan coba.
Semua pekerjaan yang berhubungan dengan isolatP. Berghei dilakukan dalam
Laminar air flow vertical dan
bersifat aseptik.
Pembuatan
Donor
Perlakuan dalam
pembuatan donor ini merujuk pada penelitian Muti’ah et al., (2010). Dalam
membuat sistem donor ini, sel darah merah yang telah terinfeksi parasit
diresuspensikan sampai 200 ml
dengan PBS. Kemudian
disuntikkan atau diinjeksikan pada mencit secara intraperitonial (i.p).Selanjutnya dilihat derajat parasetimia mencit
donor. Apabila persen derajat parasitemia pada mencit donor telah mencapai 2,5%,
maka mencit tersebut dapat digunakan untuk menginfeksi mencit yang lain.
Inokulasi P.
berghei
Perlakuan inokulasi P. berghei ini merujuk pada penelitian
Muti’ah et al., (2010) yang mana
inokulasi P. berghei dilakukan secara intraperitonial (i.p) dengan jumlah parasit yang diinfeksikan
sebanyak 1 x 106. Dalam hal pemeriksaan mencit yang telah terinfeksi
parasit ini, diasumsikan pada mencit yang normal nilai hematrokritnya (angka
yang menunjukkan prosentase zat padat dalam darah terhadap cairan darah) adalah
60% dan disini mencit donor memiliki 6 x 109 sel darah merah/mL
dalam darah. Jika derajat parasitemia mencit donor sebesar 2,5%
maka diambil darah sebesar 6,7 ml,
kemudian di resuspensikan sampai 200 ml
dengan larutan PBS. Setelah dilakukan infeksi selanjutnya dilakukan pengamatan
parasitemia setiap hari hingga parasitemia mencapai 1 – 5% sebagai hari ke-0
terapi. Kemudian diamati kemampuan hidup mencit selama 30 hari pada
masing-masing perlakuan.
Pengukuran Derajat Parasitemia
Method in Malariae Research
(2008) menjelaskan
teknik pengukuran derajat parasitemia dengan mula-mula dibuat hapusan darah
yang dilakukan dengan cara mengambil setetes darah dari ekor mencit dengan
menggunting ekor mencit dan diteteskan pada object glass. Tetesan darah
tersebut ditipiskan dengan menggunakan tepi object glass dan ditunggu
sampai kering. Kemudian hasil
hapusan ditetesi dengan metanol hingga merata dan ditunggu hingga kering. Selanjutnya
dilakukan pewarnaan Giemsa dengan cara mencampurkan Giemsa fluka dan buffer Giemsa
dengan perbandingan 1 : 5. Pewarnaan Giemsa diteteskan pada hapusan dan
ditunggu selama 20 menit. Selanjutnya
dibilas dengan air mengalir hingga tidak ada cat yang tersisa kemudian
dikeringkan.Selanjutnya hapusan darah yang sudah dicat dilakukan pemeriksaan
perasitemia di bawah mikroskop menggunakan perbesaran 1000x dengan menghitung
jumlah eritrosit yang terinfeksi malaria dari 1000 eritrosit. Persen derajat parasitemia adalah jumLah
eritrosit yang terinfeksi P. berghei dalam 1000 eritrosit. Persen
derajat parasitemia ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
Persen derajat
parasitemia = Jumlah eritrosit terinfeksi/ 1000 eristrosit x 100%
Selanjutnya,
setelah mencapai hari ke-0 dengan nilai persen derajat parasitemia 1 – 5%. Maka dilakukan pengamatan kemampuan
hidup mencit selama 30 hari.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Pada
penelitian ini digunakan 3 kelompok kontrol, yaitu kontrol negatif, kontrol
positif dan kontrol non infeksi. Kontrol
non infeksi menggunakan CMC-Na 1% tanpa diinfeksikan parasit dalam tubuh
mencit. Kontrol negatif yaitu diinfeksikan
parasit dalam hewan coba tanpa perlakuan terapi dengan ekstrak. Kontrol positif yaitu menggunakan
klorokuin karena merupakan senyawa antimalaria turunan 4-aminokuinolin yang
efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit.
Pengamatan
derajat parasitemia dilakukan pada hari ke-0. Hapusan
darah diperiksa jumlah parasitemia dibawah mikroskop menggunakan perbesaran
1000x dengan menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi malaria dari 1000
eritrosit. Hasil
pemeriksaan derajat parasitemia dan nilai standar deviasi ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata derajat parasitemia
ekstrak etanol 80% dan
standar deviasi
Kelompok
|
Rata-rata derajat parasitemia (%)±standar deviasi
|
Perlakuan
|
Hari ke-0
|
Kontrol
negatif
|
1,43±0,35
|
Kontrol
non infeksi
|
0±0,00
|
Kontrol
positif
|
2,75±0,82
|
Dosis 1
|
2,5±1,16
|
Dosis 2
|
2,38±1,42
|
Dosis 3
|
1,4±0,30
|
Dosis 4
|
2,05±1,40
|
Dosis 5
|
1,53±0,35
|
Keterangan:
Kontrol negatif : perlakuan yang diinfeksi P. berghei dengan pemberian pelarut
CMC-Na 1% 0,5 mL
Kontrol non infeksi :
perlakuan tanpa diinfeksi P.berghei tetapi
diberi pelarut CMC-Na 1% 0,5 mL
Kontrol positif :
perlakuan pemberian klorokuin dengan dosis 5,71 mg/kg BB
Dosis 1 :
pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 0,01 mg/kg BB
Dosis 2 :
pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 0,1 mg/kg BB
Dosis 3 :
pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 1 mg/kg BB
Dosis 4 :
pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 10 mg/kg BB
Dosis 5 :
pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 100 mg/kg BB
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil rata-rata derajat
parasitemia hari ke-0 mencit pada semua kelompok perlakuan sudah sama berada
pada rentan 1 – 5%, kecuali untuk kelompok kontrol non infeksi. Kemudian nilai standar deviasi yang
diperoleh menunjukkan ukuran sebaran statistik penyimpangan dari rata-rata
nilai persen derajat parasitemia (Sulisetijono, 2006). Nilai standar deviasi untuk uji secara in
vivo normalnya tidak terlalu sempit, dengan batasan besar kecilnya nilai
tersebut tidak boleh lebih dari nilai rata-rata dari persen derajat parasitemia
keenam mencit pada setiap hari perlakuan. Semakin
lebar (tinggi) nilai standar deviasi berarti tingkat keragaman mencit adalah
semakin banyak.
Nilai standar deviasi yang diperoleh termasuk dalam
pencaran normal sebagaimana sesuai pernyataan Pasaribu (1975). Dimana, nilai
pencaran yang diperoleh rata-rata berada pada interval x – 2s dan x+ 2s yaitu dengan persentase 95,45%. Data hasil
pemeriksaan derajat parasitemia dan nilai lebar sempit standar deviasi pada
Tabel 1 diatas diperjelas dengan Gambar 1.
Gambar 1. Grafik
derajat parasitemia ekstrak etanol 80%
tanaman
Anting-anting
Setelah penetapan hari ke-0, maka dilanjutkan dengan
pemberian terapi sesuai pada 8 kelompok perlakuan. Kemudian dilakukan pengamatan kemampuan
hidup hewan coba selama 30 hari. Dimana
kemampuan hidup hewan coba kelompok kontrol negatif adalah lebih pendek
daripada kelompok perlakuan dosis, seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva
Kemampuan Hidup Mencit
Berdasarkan kemampuan hidup yang diperoleh, terbukti
bahwa ekstrak etanol 80% tanaman Anting-anting memberikan pengaruh positif yang
bermaka.
KESIMPULAN
Ekstrak etanol 80%
tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.) berperan sebagai antimalaria
dengan memberikan kemampuan hidup hewan coba kelompok kontrol negatif adalah
lebih pendek daripada kelompok perlakuan dosis.
REFERENSI
Arisandi, Y dan
Andriani. 2008. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka Buku Murah.
Coutrier, Farah.
2008. Propagasi Malaria in vivo Penggunaan Hewan Coba dalam Penelitian
Malaria.Jakarta: Pelatihan Propagasi Malaria-Lembaga Biologi Molekul
Eijkman.
Halimah, N.
2010.Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Tanaman Anting-anting (Acalypha
indica L.) Terhadap Larva Udang ( Artemia Salina Leach). Skripsi Tidak
Diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Hayati, E.K.
2009. Senyawa Potensi Antimalaria Tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.):
Ekstraksi Pemisahan dan Bioaktivitasnya Secara in-Vivo. Malang:
Universitas Islam Negeri maulana Malik Ibrahim.
Herintsoa, R.,
Robijaona RB, R.A.S., Rasoamahanina AM., R.E.K.F., Rakotoarimanana, H.,
Rakotondrabe, MH., Raminosoa, M., Rakotozafy, A., Ranaivoravo, J.,
Rajanoarison, JF., Ratsimamanga, S., Gaston, LT., Gauthier, KM., Solomon, D.,
Jacob, O.M. 2005. Screening of Plant Extracts for Searching Antiplasmodial
Activity.11th NAPRECA Symposium Book of Proceedings, Antananarivo.
Madagascar.
Method in
Malaria Research. 2008. Pelatihan Propagasi Malaria. Lembaga Biologi
Eijkmen.
Muti’ah, R.
2010. Aktivitas Antimalaria Ekstrak Batang talikuning (Anamirta cocculus) dan
Kombinasinya dengan Artemisin Pada Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei.
Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran
universitas Brawijaya.
Muti’ah, R.,
Enggar, L., Winarsih, S., Soemarko dan Simamora, D. 2010.Kombinasi Ekstrak
Batang Talikuning Sebagai Obat Antimalaria Terhadap Plasmodium berghei.
Jurnal Kedokteran Brawijaya. Volume 26, Nomor 1: 8-13.
Nadia, Irma.
2012. Aktivitas
Antimalaria Secara In Vivodari Senyawa Triterpenoid Ekstrak
Diklorometana Tanaman Anting-anting (Acalypha indica Linn.) dan
Penentuan Identifikasinya Menggunakan Spektrofotomer Infra Merah dan Uv-Vis. Skripsi
Diterbitkan. Malang: UIN
Pelczar, M. J
dan Chan, E.C.S., 1988.Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid 2.Jakarta:
UI.
Philipson, J. D.
and Wright, C. W. 1991.Medicinal Plants in Tropical Medicine, 1, Medicinal
Plants Againts Protozoal Diseases.Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. Volume
85, Nomor 1: 18-21.
Sukandar, E.Y., Afrianti, L.H., Adnyana, I.K dan Ibrahim, S. 2011.
Aktivitas Antihiperurikemia Ekstrak Etil Asetat dan Etanol Buah Salak Varietas
Bangkok (Salacca edulis Reinw) Pada Tikus Galur Wistar.J.Teknol. dan
Industri Pangan.Volume 27, Nomor 1: 7-10.
The World
Malaria Report. 2010. World Malaria Report 2010 High Light Fragile Progress.
MMV Remains Committed
to Defeating Malaria. http://www.mmv.org/newsroom/news/world-malaria-report-2011-highlights-fragile-progress.
The
World Malaria Report. 2011. World
Malaria Report 2011 High Light Fragile Progress. MMV Remains Committed to
Defeating Malaria. http://www.mmv.org/newsroom/news/world-malaria-report-2011-highlights-fragile-progress.
The
World Malaria Report. 2012. World
Malaria Report 2012 High Light Fragile Progress. MMV Remains Committed to
Defeating Malaria. http://www.mmv.org/newsroom/news/world-malaria-report-2011-highlights-fragile-progress.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar