BIOKONVERSI
LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA (ONGGOK TAPIOKA) MENJADI ETANOL DENGAN METODE
FERMENTASI
Ahmad Dody
Setiadi
Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Brawijaya Malang
1.
PENDAHULUAN
Industri
pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berperan penting dalam
pembangunan industri nasional, sekaligus dalam perekonomian keseluruhan.
Perkembangan industri pangan nasional menunjukkan perkembangan yang cukup
berarti. Semakin berkembangnya sektor perindustrian di Indonesia juga
menyebabkan limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut semakin meningkat.
Pada umumnya, limbah industri pangan tidak membahayakan kesehatan masyarakat,
karena tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit. Akan tetapi
kandungan bahan organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber makanan
untuk pertumbuhan mikroba (Pujiastuti. 1999).
Banyak
contoh limbah industri pangan yang menimbulkan pemcemaran lingkungan, salah
satu contohnya adalah limbah industri tapioka. Industri tapioka mengolah
singkong sebagai bahan baku utama menjadi tepung tapioka. Limbah industri tapioka
terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair akan
mencemari air, sedangkan limbah padat akan menimbulkan bau yang tidak sedap
apabila tidak ditangani dengan tepat. Onggok tapioka merupakan limbah padat
industri tapioka yang berupa ampas hasil ekstraksi dari pengolahan tepung
tapioka. Dalam industri tapioka dihasilkan 75% onggok tapioka dari total bahan
baku yang digunakan (Retnowati. 2009).
Tepung
tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan
amilopektin yang tinggi tetapi lebih
rendah dari pada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan buah-buahan
termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan pektin. kandungan
gizi yang dimiliki oleh singkong atau ketela pohon yaitu karbohidrat 36.8%,
protein 1.0%, lemak 0.3%, serat 0.9% dan air 61.4% (Marlinda 2009).
Mikroorganisme yang sering digunakan dalam pembuatan etanol
dari limbah tapioka adalah Aspergillus niger dan Saccharomyces
cerevisiae, Dharmasthiti
et al (1984 dalam Astuti, 1999)
menjelaskan bahwa Aspergillus niger termasuk kelas Acomycestes,
ordo Aspergillales (Plectascales), keluarga Aspergillaceae, genus
Aspergillus (Nugroho. 2008). Fungi ini dikenal sebagai jamur
amilolitik karena mengandung enzim glukoamilase yang dapat menghidrolisis pati
yang menghasilkan glukosa. Pujiastuti (1999) menyebutkan bahwa Saccharomyces
berasal dari bahasa Mesir yaitu saccharos yang berarti gula dan mycos
yang berarti jamur. Ragi ini merupakan jasad renik yang fakultatif anaerobik
(dapat hidup dengan dan tanpa oksigen) dengan kemampuan membentuk etanol dan
karbondioksida yang tinggi.
Tepung (starch)
merupakan limbah industri pangan yang jumlahnya sangat banyak dan akan menjadi
polusi bila tidak segera ditangani, oleh karena itu diperlukan usaha untuk
memanfaatkan onggok tapioka dengan mengolahnya kembali menjadi suatu produk,
sehingga pencemaran lingkungan dapat berkurang dan nilai guna onggok dapat
meningkat. Pengolahan onggok tapioka menjadi bahan baku pembuatan etanol
merupakan suatu cara alternatif penanganan limbah secara efektif, baik menggunakan
metode fermentasi menggunakan bantuan bakteri atau mikroorganisme tertentu sehingga
dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai guna serta nilai
ekonomis dari limbah industri tepung.
2.
PEMBAHASAN
Industri
tapioka menghasilkan limbah padat dan limbah cair, Limbah padat tapioka berupa ampas
hasil ekstraksi dari pengolahan tepung tapioka dapat dikembangkan manfaatnya
dengan cara mengolah limbah tersebut secara fermentasi menjadi glukosa, dan
diteruskan menjadi etanol. Pembuatan etanol dari limbah tapioka dimulai dari
proses persiapan bahan baku yaitu starch dari limbah padat tapioka,
selanjutnya starch di sakarifikasi dan fermentasi untuk memecah pati menjadi
menjadi gula sederhana dan langkah selanjutnya yaitu pemisahan dan pemurnian
etanol.
Proses
awal yang dilakukan pada pembuatan etanol adalah memanaskan starch yang telah
dicampurkan dengan air hingga mengental atau menjadi bubur. Bubur tersebut
kemudian disakarifikasi yaitu pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana,
pada proses inilah Aspergillus
niger memegang peranan penting, dimana
akan terjadi penurunan konsentrasi pati disebabkan adanya enzim yang dihasilkan
oleh Aspergillus niger yaitu α-amilase dan glukoamilase yang mampu
menghidrolisis pati menjadi gula reduksi, aktivitas kerja optimum enzim α-amilase dan glukoamilase terjadi pada pH
4,0-5,0 (Nugroho. 2009). Enzim α-amilase mampu memutus ikatan α-1,4
secara acak di bagian dalam dari pati, baik dalam amilosa maupun amilopektin. Akibat
dari aktivitas tersebut rantai pati terputus-putus menjadi maltosa,
maltotriosa, glukosa dan dekstrin. Sedangkan enzim glukoamilase akan memecah
ikatan α-1,4 maupun α-1,6 glikosida pada molekul pati menjadi
gula reduksi (Nugroho. 2009).
Tahap selanjutnya yaitu fermentasi
dengan memanfaatkan Saccharomyces cerevisiae untuk menguraikan glukosa, Saccharomyces cerevisiae akan menghasilkan
enzim Invertase yang digunakan untuk memproduksi
etanol (Hasanah, 2010). Pada proses fermentasi ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan diantaranya kadar gula larutan pati yaitu 17-18% itu adalah kadar gula maksimum yang disukai Saccharomyces
cerevisiae untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol
selain itu ph dan temperature sangat menentukan hasil fermentasi. Bahan dengan
konsentrasi glukosa tinggi mempunyai efek negative pada yeast, baik pada pertumbuhan maupun aktifitas fermentasinya.
Kadar glukosa yang baik berkisar 10-18%, apabila terlalu pekat, aktifitas enzim
akan terhambat sehingga waktu fermentasi menjadi lama, disamping itu terdapat sisa
gula yang tidak terpakai dan jika terlalu encer maka hasinya berkadara akohol rendah
(Retnowati, 2009).
Fermentasi berlangsung secara anaerob atau tidak
membutuhkan oksigen. Suhu optimum pada proses ini adalah 28-32° C dan pH 4,5 -
5,5 agar fermentasi optimal. Dari hasil fermentasi akan dihasilkan etanol dan
air yang masih tercampur, untuk memisahkan antara air dan etanol dilakukan
destilasi dengan suhu 78o-100oC sehingga etanol akan
terpisah dengan air.
Limbah starch tapioka tidak hanya dapat diolah menjadi etanol, baik limbah
padat maupun limbah cairnya dengan berbagai metode yang digunakan limbah tapioka
dapat di biokonversi menjadi produk yang lain, limbah cair tapioka dapat diolah
menjadi biogas, sirup, pupuk organik, minyak dll, sedangkan limbah padatnya dapat diolah
menjadi ransun pakan ternak, kecap, selai roti dll.
3.
KESIMPULAN
Limbah
tapioka banyak mengandung pati dan dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku
pembuatan etanol dengan metode sakarifikasi yang dilanjutkan dengan fermentasi
dan destilasi. Pada proses pembuatan etanol mikroorganisme yang berperan adalah
Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil dari pembuatan etanol dari limbah tapioka diantaranya
temperatur, ph, kadar gula, lamanya proses fermentasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Hasanah, Elok Nur
Isro’ul & Surya Rosa Putra. Karakterisasi ekstrak kasar enzim invertase
yang diamobilisasi dengan Na-Alginat. Prosiding Skripsi. ITS-FMIPA. 2010.
Jeon, Bo Young et al, 2007.
Development of a Serial Bioreactor System for Direct Ethanol Production from
Starch Using Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisiae,
Biotechnology and Bioprocess Engineering, Vol. 12, pp. 566-573.
McKetta, John J. and William Aaron
Cunningham, 1983, Encyclopedia of Chemical Processing and Design, Marcel Dekker,
Inc., New York and Bessel.
Nugroho, Astri et al. 2008. Produksi
Etanol dari Limbah Padat Tapioka Dengan Aspergillus niger dan Saccharomyces
cerevisiae, Vol. 4, No 4.
Pujiastuti L., Nonot S., Sri N.,
1999. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Tepung Tapioka menjadi Etanol dalam
Usaha Minimisasi Pencemaran Lingkungan, ITB, Bandung.
Puspitasari, Marlinda. 2009. Kadar
Bioetanol Limbah Padat basah Tapioka Pada Pengendapan Hari Ke 2 dengan
penambahan Ragi dan Waktu Fermentasi Yang berbeda. Skripsi Universitas
muhamadiyah Surakarta.
Retnowati, Dwi. 2009. Pemanfaatan
Limbah Padat Ampas Singkong dan Lindur Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol.
Jurnal Ilmiah Universitas Diponegoro, Semarang.
Suprihati.
2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar