Sabtu, 13 Juni 2015

Biokonversi Limbah Tepung Tapioka menjadi Etanol



BIOKONVERSI LIMBAH INDUSTRI TAPIOKA (ONGGOK TAPIOKA) MENJADI ETANOL DENGAN METODE FERMENTASI
Ahmad Dody Setiadi
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Brawijaya Malang


1.   PENDAHULUAN
Industri pangan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berperan penting dalam pembangunan industri nasional, sekaligus dalam perekonomian keseluruhan. Perkembangan industri pangan nasional menunjukkan perkembangan yang cukup berarti. Semakin berkembangnya sektor perindustrian di Indonesia juga menyebabkan limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut semakin meningkat. Pada umumnya, limbah industri pangan tidak membahayakan kesehatan masyarakat, karena tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit. Akan tetapi kandungan bahan organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan mikroba (Pujiastuti. 1999).
Banyak contoh limbah industri pangan yang menimbulkan pemcemaran lingkungan, salah satu contohnya adalah limbah industri tapioka. Industri tapioka mengolah singkong sebagai bahan baku utama menjadi tepung tapioka. Limbah industri tapioka terdiri dari dua jenis, yaitu limbah cair dan limbah padat. Limbah cair akan mencemari air, sedangkan limbah padat akan menimbulkan bau yang tidak sedap apabila tidak ditangani dengan tepat. Onggok tapioka merupakan limbah padat industri tapioka yang berupa ampas hasil ekstraksi dari pengolahan tepung tapioka. Dalam industri tapioka dihasilkan 75% onggok tapioka dari total bahan baku yang digunakan (Retnowati. 2009).
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi  kayu tergolong  polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan amilopektin yang  tinggi tetapi lebih rendah dari pada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 %, sedangkan buah-buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa dan  pektin. kandungan gizi yang dimiliki oleh singkong atau ketela pohon yaitu karbohidrat 36.8%, protein 1.0%, lemak 0.3%, serat 0.9% dan air 61.4% (Marlinda 2009).
Mikroorganisme yang sering digunakan dalam pembuatan etanol dari limbah tapioka adalah Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae, Dharmasthiti et al (1984  dalam Astuti, 1999) menjelaskan bahwa Aspergillus niger termasuk kelas Acomycestes, ordo Aspergillales (Plectascales), keluarga Aspergillaceae, genus Aspergillus (Nugroho. 2008). Fungi ini dikenal sebagai jamur amilolitik karena mengandung enzim glukoamilase yang dapat menghidrolisis pati yang menghasilkan glukosa. Pujiastuti (1999) menyebutkan bahwa Saccharomyces berasal dari bahasa Mesir yaitu saccharos yang berarti gula dan mycos yang berarti jamur. Ragi ini merupakan jasad renik yang fakultatif anaerobik (dapat hidup dengan dan tanpa oksigen) dengan kemampuan membentuk etanol dan karbondioksida yang tinggi.
Tepung (starch) merupakan limbah industri pangan yang jumlahnya sangat banyak dan akan menjadi polusi bila tidak segera ditangani, oleh karena itu diperlukan usaha untuk memanfaatkan onggok tapioka dengan mengolahnya kembali menjadi suatu produk, sehingga pencemaran lingkungan dapat berkurang dan nilai guna onggok dapat meningkat. Pengolahan onggok tapioka menjadi bahan baku pembuatan etanol merupakan suatu cara alternatif penanganan limbah secara efektif, baik menggunakan metode fermentasi menggunakan bantuan bakteri atau mikroorganisme tertentu sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai guna serta nilai ekonomis dari limbah industri tepung.
2.   PEMBAHASAN
Industri tapioka menghasilkan limbah padat dan limbah cair, Limbah padat tapioka berupa ampas hasil ekstraksi dari pengolahan tepung tapioka dapat dikembangkan manfaatnya dengan cara mengolah limbah tersebut secara fermentasi menjadi glukosa, dan diteruskan menjadi etanol. Pembuatan etanol dari limbah tapioka dimulai dari proses persiapan bahan baku yaitu starch dari limbah padat tapioka, selanjutnya starch di sakarifikasi dan fermentasi untuk memecah pati menjadi menjadi gula sederhana dan langkah selanjutnya yaitu pemisahan dan pemurnian etanol.
Proses awal yang dilakukan pada pembuatan etanol adalah memanaskan starch yang telah dicampurkan dengan air hingga mengental atau menjadi bubur. Bubur tersebut kemudian disakarifikasi yaitu pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana, pada proses inilah Aspergillus niger memegang peranan penting, dimana akan terjadi penurunan konsentrasi pati disebabkan adanya enzim yang dihasilkan oleh Aspergillus niger yaitu α-amilase dan glukoamilase yang mampu menghidrolisis pati menjadi gula reduksi, aktivitas kerja optimum enzim  α-amilase dan glukoamilase terjadi pada pH 4,0-5,0 (Nugroho. 2009). Enzim α-amilase mampu memutus ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam dari pati, baik dalam amilosa maupun amilopektin. Akibat dari aktivitas tersebut rantai pati terputus-putus menjadi maltosa, maltotriosa, glukosa dan dekstrin. Sedangkan enzim glukoamilase akan memecah ikatan  α-1,4 maupun  α-1,6 glikosida pada molekul pati menjadi gula reduksi (Nugroho. 2009).
            Tahap selanjutnya yaitu fermentasi dengan memanfaatkan Saccharomyces cerevisiae untuk menguraikan glukosa, Saccharomyces cerevisiae akan menghasilkan enzim Invertase yang digunakan untuk memproduksi etanol (Hasanah, 2010). Pada proses fermentasi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya kadar gula larutan pati yaitu 17-18%  itu adalah kadar gula maksimum yang disukai  Saccharomyces cerevisiae untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol selain itu ph dan temperature sangat menentukan hasil fermentasi. Bahan dengan konsentrasi glukosa tinggi mempunyai efek negative pada yeast, baik  pada pertumbuhan maupun aktifitas fermentasinya. Kadar glukosa yang baik berkisar 10-18%, apabila terlalu pekat, aktifitas enzim akan terhambat sehingga waktu fermentasi menjadi lama, disamping itu terdapat sisa gula yang tidak terpakai dan jika terlalu encer maka hasinya berkadara akohol rendah (Retnowati, 2009).
 Fermentasi berlangsung secara anaerob atau tidak membutuhkan oksigen. Suhu optimum pada proses ini adalah 28-32° C dan pH 4,5 - 5,5 agar fermentasi optimal. Dari hasil fermentasi akan dihasilkan etanol dan air yang masih tercampur, untuk memisahkan antara air dan etanol dilakukan destilasi dengan suhu 78o-100oC sehingga etanol akan terpisah dengan air.
            Limbah starch tapioka tidak hanya dapat diolah menjadi etanol, baik limbah padat maupun limbah cairnya dengan berbagai metode yang digunakan limbah tapioka dapat di biokonversi menjadi produk yang lain, limbah cair tapioka dapat diolah menjadi biogas, sirup, pupuk organik, minyak  dll, sedangkan limbah padatnya dapat diolah menjadi ransun pakan ternak, kecap, selai roti dll.
3.      KESIMPULAN
Limbah tapioka banyak mengandung pati dan dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan etanol dengan metode sakarifikasi yang dilanjutkan dengan fermentasi dan destilasi. Pada proses pembuatan etanol mikroorganisme yang berperan adalah Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari pembuatan etanol dari limbah tapioka diantaranya temperatur, ph, kadar gula, lamanya proses fermentasi.



DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, Elok Nur Isro’ul & Surya Rosa Putra. Karakterisasi ekstrak kasar enzim invertase yang diamobilisasi dengan Na-Alginat. Prosiding Skripsi. ITS-FMIPA. 2010.
Jeon, Bo Young et al, 2007. Development of a Serial Bioreactor System for Direct Ethanol Production from Starch Using Aspergillus niger and Saccharomyces cerevisiae, Biotechnology and Bioprocess Engineering, Vol. 12, pp. 566-573.
McKetta, John J. and William Aaron Cunningham, 1983, Encyclopedia of Chemical Processing and Design, Marcel Dekker, Inc., New York and Bessel.
Nugroho, Astri et al. 2008. Produksi Etanol dari Limbah Padat Tapioka Dengan Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae, Vol. 4, No 4.
Pujiastuti L., Nonot S., Sri N., 1999. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Tepung Tapioka menjadi Etanol dalam Usaha Minimisasi Pencemaran Lingkungan, ITB, Bandung.
Puspitasari, Marlinda. 2009. Kadar Bioetanol Limbah Padat basah Tapioka Pada Pengendapan Hari Ke 2 dengan penambahan Ragi dan Waktu Fermentasi Yang berbeda. Skripsi Universitas muhamadiyah Surakarta.
Retnowati, Dwi. 2009. Pemanfaatan Limbah Padat Ampas Singkong dan Lindur Sebagai Bahan Baku Pembuatan Etanol. Jurnal Ilmiah Universitas Diponegoro, Semarang.
Suprihati. 2010. Teknologi Fermentasi. Unesa Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar