IDENTIDIKASI SEL KANKER PARU PARU
DENGAN IMUNOSITOKIMIA
Oleh: Izzatul Lailiyah
Jakarta,
ANTARA news pada 2015 lalu menyatakan bahwa kanker menduduki peringkat 7 penyebab
kematian di seluruh dunia. Kanker terjadi karena siklus sel yang tidak normal,
sehingga menyebabkan sel tumbuh dan membelah secara terus menerus, menyerang
sel lain, dan bermigrasi ke organ lain melalui darah dan cairan limfa. Salah satu
jenis kanker yang banyak diderita masyarakat Indonesia adalah kanker paru-paru.
Kanker
paru-paru merupakan penyakit dengan ciri khas adanya pertumbuhan sel yang tidak
terkontrol pada jaringan paru-paru. Bila tidak dirawat, pertumbuhan sel ini
dapat menyebar ke luar dari paru-paru melalui suatu proses yang disebut
metastasis ke jaringan yang terdekat atau bagian tubuh yang lainnya. Jenis kanker
paru yang utama adalah SCLC (kanker paru-paru sel kecil) dan NSCLC (kanker
paru-paru non sel kecil. Adapun gejala yang paling umum diderita pada penderita
stadium awal adalah batuk-batuk, sesak napas, dan berat badan menurun drastik. Penyebab
kanker paru-paru bermacam-macam, salah satunya merokok, polusi udara, genetika,
ataupu terpapar radiasi ionisasi.
Salah
satu teknik untuk mengidentifikasi sel kanker pada paru-paru adalah
imunositokimia. Imunositokimia adalah metode yang menggunakan antibodi untuk
mengidentifikasi protein atau molekul dalam sel yang dapat dilihat dengan
mikroskop (Burry, Richard. 2010). Imunositokimia juga diartikan sebagai suatu
metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya ekspresi protein spesifik atau
antigen dalam sel dengan menggunakan antibodi primer spesifik yang akan
berikatan dengan protein atau antigen. Pada kesempatan ini, penulis tertarik
untuk membahas mengenai imunositokimia yang diaplikasikan untuk identifikasi
sel kanker dengan judul “ Immunocytochemistry pada Sel Kanker Paru-paru”
A. IMUNOSITOKIMIA
Imunositokimia
adalah metode yang menggunakan antibodi untuk mengidentifikasi protein atau
molekul dalam sel yang dapat dilihat dengan mikroskop (Burry, Richard. 2010). Imunositokimia
juga diartikan sebagai suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya
ekspresi protein spesifik atau antigen dalam sel dengan menggunakan antibodi primer
spesifik yang akan berikatan dengan protein atau antigen. Antibodi primer
spesifik ini mampu memvisualisasi protein di bawah mikroskop fluorescence,
ketika dia berikatan dengan antibodi sekunder yang telah dikonjugasi dengan fluorophore (sejenis
kromofor/fluorocence). Kelebihan dari imunositokimia ini adalah peneliti dapat
mengamati apakah sel dalam sampel mengekspresi antigen yang dimaksud. Selain
itu juga peneliti dapat menentukan sel apakah yang menunjukkan ekspresi
antigen.
Berdasarkan
sampel dan proses pengujian sampel, imunositokimia berbeda dengan imunohistokimia.
Pada imunositokimia pengamatan yang dilakukan adalah terhadap sel sedangkan
imunohistokimia adalah pengamatan terhadap jaringan. Adapun, perbedaan antara
imunsitokimia dan imunohistokimia ditunjukkan pada tabel 1 berikut.
B. PROSEDUR IMUNOSITOKIMIA
Secara umum prosedur imunositokimia
meliputi proses fiksasi, pengambilan antigen, permeabilisasi, imunostaining,
counter staining, dan mounting.
1.
Fiksasi
- Fix sampel le dalam methanol dingin/ aseton (1 – 10 menit)/ 3 – 4% paraformaldehid dalam PBS pH 7,4 (pilih salah satu)
- Dibilas sampel dengan PBS dingin sebanyak 2 kali
2.
Pengambilan antigen
Antibodi tertentu bekerja dengan
baik ketika sel dipanaskan dalam antigen
retrieval buffer. Sebaiknya dipelajari lebih dulu mengenai data produk
untuk rekomendasi tiap antibodi yang digunakan
- Dipanaskan antigen retrieval buffer (100 mM tris, 5% (w/v) urea, pH 9,5) sampai 950C. Pemanasan dilakukan dalam botol staining yang dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu 950C.
- Dimasukkan cover slip ke dalam antigen retrieval buffer. Sebelumnya diberi catatan bagian cover slip yang berisi sel
- Dipanaskan coverslip pada 950C selama 10 menit, kemudian diambil
- Direndam dalam PBS (pada cawan petri) dengan bagian yang berisi sel menghadap ke atas selama 5 menit, sebanyak 3 kali
3.
Permeabilisasi
Apabila protein target terletak di
intrasel, maka sangat penting untuk melakukan permebilisasi
- Sampel diinkubasi selama 10 menit dengan PBS yang mengandung 0,25% Triton X-100 (atau 100 µM digintonin / 0,5% saponin). Triton X-100 merpakan detergen yang mampu meningkatkan proses penitrasi antibody ke dalam sel
- Dicuci sel dalam PBS selama 5 menit, sebanyak 3 kali
4.
Imunostaining
- Diinkubasi sel dengan 1% BSA dalam PBST selama 30 menit untuk memblokir antibody non spesifik (untuk rekomendasi jenis blocking yang digunakan, sebaiknya dilihat data produk)
- Diinkubasi sel dalam antibody primer (dalam 1% BSA dalam PBST) selama 1 jam pada suhu kamar atau semalam pada suhu 40C
- Dituang larutan-kemudian dicuci sel dalam PBS selama 5 menit, sebanyak 3 kali
- Diinkubasi sel dalam antibodi sekunder (dalam 1% BSA) selama 1 jam di ruang gelap dengan suhu kamar
- Dituang larutan antibody sekunder dan dicuci selama 5 menit, sebanyak 3 kali dalam ruang gelap
5.
Counter staining
- Diinkubasi sel dalam 0,1-1 µg/ml DNA stain selama 1 menit
- Dicuci dengan PBS
6.
Mounting
- Coverslip dimounting kemudian di simpan di tempat gelap pada suhu -200C sampai 40C
C. APLIKASI IMUNOSITOKIMIA
Contoh
aplikasi imunositokimia ini merunut dari 3 jurnal yang membahas penerapan
imunositokimia dalam menganalisis sel kanker paru paru. Sel kanker merupakan sel-sel
yang tumbuh dan membelah secara tidak teratur dengan kecepatan tinggi. Salah
satu jenis kanker dengan resiko kematian tinggi adalah kanker paru-paru. Kanker
paru-paru adalah salah satu penyebab kematian terbesar di seluruh dunia (Sinna,
Noha, and Ghada, 2013). Kanker paru-paru non sel kecil (Non Small Cell Lung Cancer-NSCLC) adalah jenis kanker yang paling
umum didiagnosis pada penderita kanker paru-paru. NSCLC diklasifikasikan
menjadi 3 tipe histologi yaitu adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, dan
karsinoma sel besar. Salah satu cara dalam mengamati perkembangan sel kanker
paru-paru adalah dengan imunositokimia. Contoh penerapan imunositokimia adalah pada identifikasi sel kanker.
1. Identifikasi NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer) dengan mutasi EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor)
Pada
penelitian Kawahara et al. (2011) ini, sampel diambil dari cairan serebrospinal
(cairan pada bagian otak dan akord tulang belakang) dan cairan paru paru pada
24 orang pasien penderita NSCLC. Jenis antibodi yang digunakan dalam imunositokimia
ini adalah
· Antibody
primer: anti mutasi EGFR yang mengenali mutasi delE746-A750 di exon 19 dan mutasi
L858R di exon 21
· Antibody
sekunder: HRP antibody yang dilabel polimer
Hasil imunositokimia sel kanker pada
sampel cairan paru-paru adalah sebagai berikut.
Gambar 1. Hasil imunositokimia pada cairan paru-paru |
Gambar A dan B menunjukkan reaksi positif
dengan antibodi anti delE746-A750 dan anti L858R. Hasil ini menyatakan adanya
mutasi EGFR. Sedangkan gambar C menunjukkan hasil negatif dengan antibodi anti delE746-A750
atau anti L858R karena tidak adanya mutasi EGFR.
Hasil imunositokimia sel kanker pada
sampel cairan serebrospinal ditunjukkan oleh gambar 2. Hasil positif
ditunjukkan oleh gambar B yang menunjukkan reaksi dengan anti-L858R.
Gambar 2. Hasil imunositokimia pada cairan serebrospinal |
DAFTAR PUSTAKA
Burry, Richard
W., 2010. Immunocytochemistry: A Practical Giude for Biomedical Research.
Springer-Verlag New York
Kawahara,
Akihiko et al., 2011. Identification of non-small-cell lung cancer with
activating EGFR mutations in malignant effusion and cerebrospinal fluid: Rapid
and sensitive detection of exon 19 deletion E746-A750 and exon 21 L858R
mutation by immunocytochemistry. Journal Lung Cancer 74 (2011): 35-40
Sinna, Eman A.,
Noha Ezzat, Ghada M. Sherif, 2013. Role of thyroid transcription factor-1 and
P63 immunocytochemistry in cytologic typing of non-small cell lung carcinomas.
Journal of the Egyptian National Camcer Institute (2013) 25: 209-218
Tidak ada komentar:
Posting Komentar