Rancangan Analisis Residu Pestisida Metidation pada
Sayuran Kubis (Brassica oleracea L.) dengan Menggunakan Metode Gas-Chromatography
(GC)
Oleh :
Rosalina Djatmika (146090212141004)
1. Latar Belakang
Upaya produksi pangan untuk memenuhi
kebutuhan makanan penduduk yang meningkat dari waktu ke waktu terutama di
Indonesia sering menghadapi kendala serangan hama yang menyebabkan gagal panen
atau hasil panen yang dihasilkan berkurang. Salah satu cara yang dapat
meningkatkan produksi tanaman pangan adalah dengan penggunaan pestisida.
Pestisida mempunyai peranan penting untuk membantu mengatasi permasalahan
organisme pengganggu (Saenong, 2011 dalam Asmah, 2014). Pestisida dengan cepat
dapat menurunkan populasi hama sehingga meluasnya hama dapat dicegah. Meskipun
sebelum diproduksi secara komersial pestisida telah menjalani pengujian yang
sangat ketat mengenai syarat-syarat keselamatannya, namun menurut Djojosumarto
(2009) pestisida bersifat bioaktif dan merupakan racun. Residu pestisida yang
ditinggalkan melalui berbagai siklus, langsung atau tidak langsung, dapat
sampai ke manusia, terhirup melalui pernapasan, dan masuk ke saluran pencernaan
bersama makanan dan air minum. Residu pestisida tersebut tidak saja berasal
dari bahan pestisida yang diaplikasikan, namun juga berasal dari penyerapan
akar dari dalam tanah (Matsumura, 1985 dalam Wiralaga, 2004). Residu pestisida
yang terbawa bersama makanan akan terakumulasi pada jaringan tubuh yang
mengandung lemak. Akumulasi residu pestisida ini pada manusia dapat merusak
fungsi hati, ginjal, sistem syaraf, menurunkan kekebalan tubuh, menimbulkan
cacat bawaan, alergi dan kanker (Joni Munarso, 2009).
Salah satu pestisida yang sering
digunakan adalah pestisida metidation. Pestisida metidation merupakan golongan
senyawa organofospat. Berdasarkan penelitian dari Joni munarso (2009), empat
dari enam sampel kubis mengandung berbagai residu pestisida orgafosfat, salah
satunya yaitu metidation. Kubis (Brassica olerace var. Capita) sering
juga disebut kol dan banyak dikonsumsi di Indonesia sebagai sayuran daun
diantaranya sebagai lalap mentah dan masak (Rahmat, 1994). Adanya residu
pestisida pada kubis mengindikasikan bahwa pemakaian pestisida cukup intensif
pada tingkat petani, hal ini pada umumnya dilakukan untuk mengurangi serangan
hama dan penyakit yang menyerang tanamannya (Joni Munarso, 2009). Selain itu,
pertimbangan senyawa metidation yang dianalisis pada penelitian ini adalah
karena pestisida ini termasuk jenis pestisida yang sering digunakan oleh petani
dikombinasikan dengan pestisida yang lain, dimana metidation mempunyai BMR
(Batas Maksimum Residu) yang relatif kecil sehingga kemungkinan
terjadinya toksisi-tas relatif tinggi. BMR pestisida metidation adalah 0,1
mg/l. BMR residu pestisida tercantum dalam SNI 7313:2008 dan disajikan secara
deskriptif (Anonymous, 2008).
Untuk melindungi masyarakat terhadap
kemungkinan adanya residu pestisida metidation dalam sayuran kubis, maka perlu
dilakukan analisis residu pestisida metidation dibandingkan terhadap BMR (Batas
Maksimum Residu) pestisida yang diizinkan. Salah satu metode analisis residu
pestisida metidation adalah dengan metode Gas-Chromatography (GC) yang
dilengkapi dengan detektor fotometri nyala. Detektor fotometri nyala ini
dilngkapi dengan filter Phosfor yang hanya dapat mendeteksi senyawa
mengandung fosfor, sehingga menjadikan detektor ini sangat tepat digunakan
dalam analisis pestisida golongan organofospat, tanpa terganggu oleh adanya pengotor
di dalam matriks sampel.
2. Prinsip Analisis
2.1 Pestisida Metidation
Nama IUPAC :
|
S-2,3-dihydro-5-methoxy-2-oxo-1,3,4-thiadiazol-3-ylmethyl
O,O-dimethyl phosphorodithioate
atau
3-dimethoxyphosphinothioylthiomethyl-5-methoxy-1,3,4-thiadiazol-2(3H)-one
|
Formula :
|
C6H11N2O4PS3
|
Struktur :
|
|
Kelarutan :
|
Larut dalam benzene, acetone, methanol, xylene
pelarut organik lain; kelarutan dalam air kurang dari 1%
|
(Integrated Risk Information System, 2003)
2.2 Sistem Gas-Chromatography (GC)
Sistem Gas-Chromatography dengan kondisi
optimum sebagai berikut (Admawidjaja, 2004):
Parameter
|
Kondisi
|
Kolom
|
OV-17
|
Fasa gerak
|
Gas nitrogen
|
Laju alir gas pembawa
|
35 ml/menit
|
Suhu kolom
|
220°C
|
Suhu detektor
|
230°C
|
Suhu injektor tekanan
|
230°C
|
Nitrogen
|
20 kPa
|
Tekanan hidrogen
|
75 kPa
|
Tekanan Oksigen
|
250 kPa
|
FPD Amplifier
|
1000
|
Pada sistem kromatograf gas ini
dilengkapi kolom kemas OV-17 yang mengandung fase diam poli (fenilmetil)
siloksan(50% fenil) yang bersifat semipolar dapat memisahkan dengan baik
pestisida organofosfat yang diuji. Suhu kolom yang digunakan 220oC
dan suhu injektor dan detektor 230oC. Suhu detektor lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu kolom sehingga komponen yang dianalisis dapat terdorong
keluar dari kolom menuju detektor, badan detektor diprogram suhunya 160oC,
untuk mengeliminasi terjadinya embun yang dapat menggangu kestabilan nyala api
dari detektor. Detektor fotometri nyala yang dilengkapi dengan filter P
sehingga hanya dapat mendeteksi senyawa yang mengandung fosfor, menjadikan
detektor ini sangat tepat digunakan dalam analisis pestisida golongan
organofosfat, tanpa terganggu oleh adanya pengotor di dalam matriks sampel
(Admawidjaja, 2004).
2.3 Analisis Residu Pestisida Metidation
Alat Gas-Chromatography
(GC) digunakan karena lebih sensitif terhadap beberapa jenis senyawa pestisida
dibandingkan dengan metode lain, hanya memerlukan sejumlah kecil cuplikan. Gas
chromatography memegang peranan yang spesifik karena adanya detektor yang
selektif dan peka untuk senyawa halogen organik dan senyawa organofosfat.
Prinsip pemisahan gas chromatography yaitu pemisahan senyawa yang mudah
menguap dan stabil terhadap panas, bermigrasi melalui kolom yang mengandung
fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya
(Asnah, 2014).
Sebelum dilakukan metode gas chromatography, terlebih dahulu dilakukan
ektraksi sampel kubis untuk dapat memperoleh senyawa metidation yang akan
dideteksi yang dilanjutkan dengan spiking sampel. Pelarut yang digunakan dalam
proses ini adalah etil asetat dengan adanya penambahan natrium sulfat anhidrat,
kemudian pelarut dan ekstrak dipisahkan dengan menggunakan rotary evaporator,
sehingga ekstrak sampel yang diperoleh lebih pekat. Natrium sulfat anhidrat
berfungsi sebagai pengikat air sehingga ekstrak yang diperoleh bebas air. Etil
asetat merupakan larutan polar sehingga larutan ini berfungsi untuk mengatur
kepolaran ekstrak. Ekstrak yang diperoleh dinjeksikan ke dalam injektor pada
sistem GC. Dari detektor pada sistem GC ini, akan terbentuk sinyal dalam bentuk
puncak yang dihasilkan oleh pencatat (rekorder) berupa kromatogram dan waktu
retensi. Kromatogram dan waktu retensi sampel ini kemudian dibandingkan dengan
kromatogram dan waktu retensi pada baku pembanding yang sebelumnya telah diuji
dalam sistem GC. Berdasarkan perbandingan luas dan ketinggian puncak
kromatogram serta waktu retensi dari sampel dan baku pembanding inilah yang
dijadikan dasar penentuan apakah dalam sampel tersebut mengandung residu
pestisida metidation atau tidak.
Sedangkan untuk analisis secara kuantitatif, menurut Atmawidjaja (2004) dan
AOAC (1990), sebelum penentuan residu pestisida metidation dalam sampel, perlu
dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan baku standart. Berdasarkan
kurva kalibrasi larutan baku standart tersebut, maka dapat ditentukan lineritas
metode berdasarkan persamaan linier y = ax+b dan koefisien relasi dari
persamaan garis. Harga koefisien relasi (R2) ini menunjukan
kelinieran dari respons detektor. Linearitas metode yang masih dapat digunakan
adalah R2 > 0,99. Berdasarkan kurva baku standart ini dapat
ditentukan % recovery (perolehan kembali) sampel.
Analisis kuantitatif kadar residu pestisida metidation dapat ditentukan dengan
menggunakan metode Gas-Chromatography (GC) yang dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut (AOAC, 1990) :
dengan :
R
= Residu pestisida pada sayuran (ppm)
Sx = Area
sampel
Ulx = Volume ekstrak
sampel kubis yang disuntikkan (μl)
Ngs = Jumlah metidation
standar yang disuntikkan (Volume standar yang disuntikkan
Ss = Area standar
Fv = Volume akhir
ekstrak (ml)
W = Massa sampel
(gram)
Selanjutnya, ditentukan keakuratan
metode ini yang dapat dilihat dari harga persen recovery (perolehan kembali)
residu metidation dalam matriks sampel kubis. Prasyarat metode ini memiliki
kecermatan yang baik apabila persen perolehan kembali berada pada rentang
80%-110%. Rumus yang digunakan untuk penentuan persen recovery adalah sebagai
berikut (Atmawidjaja, 2004):
dengan :
Xr
= Kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran ekstrak sampel
Xa
= Kadar sebenarnya larutan baku yang ditambahkan.
4. Metode Analisis Metidation pada Sampel Sayuran
Kubis
4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat
Alat pencincang, penyaring vakum, alat rotary
evaporator, corong pisah, seperangkat instrumen gas chromatography yang
dilengkapi dengan detektor fotometri nyala dan alat perekam kromatogram,
generator hidrogen Whatman 25-32, pompa udara, kolom OV-17 panjang 1,2 m dan
diameter 3 mm, alat gelas umum yang biasa dipakai di laboratorium analisis,
timbangan analitik listrik, dan blender.
4.1.2 Bahan
Sampel kubis yang diperoleh dari pasar tradisional di
kota Malang, etil asetat, natrium sulfat anhidrat, baku pestisida metidation
(99,30 %).
4.2 Metodologi
* Penyiapan Larutan Baku Pembanding
Metidation 10 ppm
Larutan baku pembanding metidation
dibuat dari standart yang telah ada, yaitu 50 ppm. Standart metidation
ini kemudian diambil 2 ml dan ditandabataskan dengan etil asetat sehingga
diperoleh konsentrasi standart 10 ppm.
* Pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dari
larutan baku pembanding metidation dengan kadar 0,1 ; 0,5 ; 1 ; 5 ; 10 ppm di
dalam pelarut etilasetat kemudian disuntikkan ke dalam sistem GC sebanyak 2 μL.
* Pengambilan Sampel
Sampel kubis diambil secara acak
dari 5 pedagang dari masing-masing pasar. Sampel dimasukkan kedalam toples
kemudian disimpan dalam pendingin.
*Ekstraksi
Sampel di bagi menjadi tiga kelompok
berdasarkan lokasi penambilan sampel, yaitu sampel A (sampel dari Pasar
Merjosari), sampel B (sampel dari pasar Blimbing), dan sampel C (sampel dari
Pasar Besar). Sampel kubis A,B,dan C dari masing-masing pasar dimasukkan ke
dalam wadah lalu dicuci dan dicincang. Sebanyak 25 gram sampel diambil acak
kemudian dimasukkan ke dalam blender ditambah 25 gram natrium sulfat anhidrat
dan 50 ml etil asetat kemudian dilumatkan selama 2-3 menit. Kemudian disaring
dengan penyaring vakum. Filtrat kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu
35oC hingga menghasilkan ekstrak pekat sebanyak 2 mL. Filtrat pekat
inilah yang dijadikan sebagi larutan sampel/larutan uji.
*Penyiapan Larutan “Spiked Sampel”
Dibuat larutan baku metidation dalam
larutan etilasetat. Kemudian 25 gram sampel kubis yang telah dicincang halus di
spike dengan larutan baku metidation tersebut lalu diekstraksi sesuai dengan
prosedur ekstraksi sebelumnya, kemudian disuntikkan sebanyak 2 μL pada sistem
GC.
*Penetapan Kadar Residu Pestisida Metidation
Sebanyak 2 μL ekstrak disuntikkan
pada GC, yang sebelumnya telah diatur pada kondisi optimum pengukuran kadar
residu pestisida. Detektor yang digunakan fotometri nyala dengan filter fosfor,
diatur pada penguatan 1000x.
5. Hasil dan Pembahasan
5.1 Hipotesis Hasil
Berdasarkan metodologi tersebut di
atas, maka akan didapatkan profil kromatogram larutan pembanding baku
pembanding metidation dan profil kromatogram sampel, dimana profil kromatogram
keduanya akan dibandingkan waktu retensi, luas area dan tinggi puncak
kromatogram tersebut untuk mengetahui kandungan residu pestisida metidation
pada sampel.
Berikut adalah hipotesis/kemungkinan
hasil yang didapatkan dari rancangan analisis residu pestisida metidation dalam
sampel kubis:
Tabel 1. Data hasil profil kromatogram larutan baku pembanding
metidation:
Baku pembanding
|
Waktu Retensi (tR)
|
Luas Area
|
Tinggi puncak
|
Metidation
|
16,565
|
108175
|
2,673
|
Sedangkan profil kromatogram ketiga sampel adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Data hasil profil kromatogram sampel kubis
Sampel
|
Waktu Retensi (tR)
|
Luas Area
|
Tinggi puncak
|
Sampel A
|
14,869
|
7,374
|
3,972
|
Sampel B
|
13,90
|
10,342
|
2,673
|
Sampel C
|
13,90
|
108175
|
2,673
|
Parameter atau pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah senyawa
yang tedeteksi dalam kromatogram adalah residu pestisida metidation adalah
perbandingan waktu retensi (tR) serta luas dan tinggi puncak antara baku
pembanding dengan sampel yang telah di spike dengan larutan baku pembanding.
Untuk analisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung parameter
tinggi peak dan luas peak dan menghitung kadar residu pestisida
pada peak yang menunjukkan waktu retensi yang sama dengan baku standar.
Berdasarkan tabel satu diketahui bahwa profil kromatogram dari pembanding baku
metidation dengan luas area 108175; tinggi puncak 2,673 serta waktu retensi
13,90 menit. Data ini akan dibandingkan dengan data dari profil kromatogram
ketiga sampel.
Hasil analisis kromatogram dari
sampel A menunjukkan luas area serta tinggi puncak yang berbeda dengan luas dan
tinggi puncak paka kromatogram baku metidation. Pada pengukuran waktu retensi
terlihat bahwa waktu retensi metidation pada sampel A juga berbeda dengan waktu
retensi pada pembanding baku metidation. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dalam sampel A tidak ditemukan adanya residu pestisida metidation.
Sampel B menujukkan waktu retensi
kromatogram yang sama (13,90 menit) dengan waktu retensi pada kromatogram
pembanding baku, tetapi tinggi puncak antara profil kromatogram pada sampel B
dengan tinggi puncak pada profil kromatogram baku pembanding tidak lah sama.
Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terdeteksi pada profil kromatogram
bukanlah residu pestisida metidation tetapi senyawa tersebut masih dalam
golongan yang sama, yakni golongan organofosfat. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa sampel B mengandung residu pestisida lain dari golongan
organofosfat.
Profil kromatogram pada sampel C
serupa dengan profil kromatogram pada pembanding baku, baik luas dan tinggi
puncak serta waktu retensinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel C
mengandung residu pestisida metidation.
Setelah dilakukan perhitungan
kuantitatif untuk menentukan kadar residu pestisida metidation pada sampel C
berdasarkan persamaan 1 didapatkan kadar/konsentrasi residu pestisida
metidation adalah sebesar 0,08 ppm. Kadar residu pestisida ini masih dibawah
BMR yang telah ditetapkan pemerintah sehingga sampel kubis C masih layak
dikonsumsi.
5.2 Penelitian yang Telah Dilakukan
Menurut atmawidjaja (2004), kadar
residu pestisida dan % recovery ditentukan dari persamaan kurva kalibrasi dari
larutan pembanding metidation. Berikut adalah hasil penelitian atmawidjaja
untuk analisis kuantitif residu pestisida secara GC dengan metode kurva baku :
Berdasarkan kurva baku
pembanding dengan konsentrasi 0,1 ; 0,5 ; 1 ; 5 ; 10 ppm, diperoleh persamaan y
= 11858 x + 1040,6 dari persamaan garis dapat diperoleh koefisien korelasi (R2)
sebesar 0,999 yang menunjukkan kelinieran dari respons detektor sangat baik.
Gambar 1 : Kurva kalibrasi metidation
Tabel 3. Data hasil % recovery metidation
dalam kubis
Konsentrasi hasil pengukuran
|
Konsentrasi larutan baku pembanding (ppm)
|
%Recovery (Perolehan kembali)
|
9,034 ppm
|
10 ppm
|
90,34 %
|
Tabel 3 menunjukkan bahwa persen
perolehan kembali residu metidation dalam sampel kubis C sebesar 90,34%. Hal
ini menunjukkan bahwa metode ini mempunyai keakuratan yang baik.
6. Kesimpulan
Residu pestisida metidation
golongan organofosfat dapat dianalisis dengan menggunakan instrumen gas
chromatography (GC) karena GC mempunyai detektor fotometri nyala yang
dilengkapi dengan filter P sehingga hanya dapat mendeteksi senyawa yang
mengandung fosfor.
Residu pestisida dalam sampel
sayuran dapat dianalisis secara GC baik dengan metode spiking ataupun metode
kurva baku. Dengan metode spiking, analisis residu pestisida dapat dilakukan
dengan membandingkan profil kromatogram larutan pembanding baku dengan profil
kromatogram sampel yang telah di-spike, sehingga dapat diketahui apakah sampel
yang dianalisis mengandung residu pestisida atau tidak. Sedangkan untuk
analisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan metode kurva baku, sehingga
dapat diketahui konsentrasi residu pestisida dalam sampel serta %recovery nya.
7. Referensi
Admawidjaja,Sudana.,
Rudiyanto, 2004, Pengaruh Perlakuan terhadap
Kadar Residu Pestisida Organofosfat pada Tomat, Acta Pharmaceutica Indonesia,
Vol. XXIX, No. 2.
Anonymous.
2008. SNI 7313 : Batas Maksimum Residu
Pestisida pada Hasil Pertanian. Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Jakarta. 147 halaman.
Djojosumarto,
P. 2008. Pestisida Dan Aplikasinya.
Agromedia Pustaka, Jakarta
Integrated Risk Information System, 2003, Extoxnet
(Extension Toxicology Network) :
Methidathion, http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/
extoxnet/haloxyfop-methidathion/index.html,
diakses tanggal 28 April 2015.
Marzuki,
Asnah.,dkk, 2014, Analisis Residu Klorpirifos
Pada Sawi Hijau (Brassica Rapa
Var.Parachinensis L.) Terhadap Parameter Waktu Retensi Metode
Kromatografi Gas, urnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT , Vol 3 No 4
Munarso,
Joni, 2009, Studi Kandungan Residu Pestisida Pada Kubis, Tomat, Dan Wortel Di Malang
Dan Cianjur, Buletin
Teknologi Pascapanen Pertanian: Vol. 5
Residu
Insektisida pada Ekosistem Lahan Sawah Wiralaga, A.Y.A. 2004. Residu Pestisida pada Irigasi di Jawa Timur. Risalah Seminar Hasil Tanaman Sayuran Dataran
Tinggi.
Rukmana,
Rahmat., 1994. Bertanam kubis. Yogyakarta: Kanisius.
Saenong, M.Sudjak. 2011. Beberapa Produk
Baru Insektisida untuk Organisme Pengganggu Tanaman Pangan Holtikultura dan
Tanaman Perkebunan. Jurnal disajikan pada Seminar Nasional Serelia. Balai
Penelitian Tanaman Serelia. Maros, 3-4 Oktober
8. Lampiran (Pengolahan Data)
8.1 Penetapan
Kadar Residu Pestisida Metidation dengan Metode AOAC
8.2 Penetapan Kadar Residu Pestisida Metidation dan %
Recovery dengan Kurva Baku standart
Berdasarkan kurva baku standart didapatkan persamaan
linier:
y = 11858 x + 1040,6 ; dengan luas area = 108175, sehingga :
y
= 11858 x +
1040,6
108175 = 11858 x +
1040,6
11858 x = 107134,4
x
= 9,034
% Recovery (perolehan kembali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar