Minggu, 14 Juni 2015

Analisis Residu Pestisida


Rancangan Analisis Residu Pestisida Metidation pada Sayuran Kubis (Brassica oleracea L.) dengan Menggunakan Metode Gas-Chromatography (GC)

Oleh :
Rosalina Djatmika  (146090212141004)

1. Latar Belakang
Upaya produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan makanan penduduk yang meningkat dari waktu ke waktu terutama di Indonesia sering menghadapi kendala serangan hama yang menyebabkan gagal panen atau hasil panen yang dihasilkan berkurang. Salah satu cara yang dapat meningkatkan produksi tanaman pangan adalah dengan penggunaan pestisida. Pestisida mempunyai peranan penting untuk membantu mengatasi permasalahan organisme pengganggu (Saenong, 2011 dalam Asmah, 2014).  Pestisida dengan cepat dapat menurunkan populasi hama sehingga meluasnya hama dapat dicegah. Meskipun sebelum diproduksi secara komersial pestisida telah menjalani pengujian yang sangat ketat mengenai syarat-syarat keselamatannya, namun menurut Djojosumarto (2009) pestisida bersifat bioaktif dan merupakan racun. Residu pestisida yang ditinggalkan melalui berbagai siklus, langsung atau tidak langsung, dapat sampai ke manusia, terhirup melalui pernapasan, dan masuk ke saluran pencernaan bersama makanan dan air minum. Residu pestisida tersebut tidak saja berasal dari bahan pestisida yang diaplikasikan, namun juga berasal dari penyerapan akar dari dalam tanah (Matsumura, 1985 dalam Wiralaga, 2004). Residu pestisida yang terbawa bersama makanan akan terakumulasi pada jaringan tubuh yang mengandung lemak. Akumulasi residu pestisida ini pada manusia dapat merusak fungsi hati, ginjal, sistem syaraf, menurunkan kekebalan tubuh, menimbulkan cacat bawaan, alergi dan kanker (Joni Munarso, 2009).
Salah satu pestisida yang sering digunakan adalah pestisida metidation. Pestisida metidation merupakan golongan senyawa organofospat. Berdasarkan penelitian dari Joni munarso (2009), empat dari enam sampel kubis mengandung berbagai residu pestisida orgafosfat, salah satunya yaitu metidation. Kubis (Brassica olerace var. Capita) sering juga disebut kol dan banyak dikonsumsi di Indonesia sebagai sayuran daun diantaranya sebagai lalap mentah dan masak (Rahmat, 1994). Adanya residu pestisida pada kubis mengindikasikan bahwa pemakaian pestisida cukup intensif pada tingkat petani, hal ini pada umumnya dilakukan untuk mengurangi serangan hama dan penyakit yang menyerang tanamannya (Joni Munarso, 2009). Selain itu, pertimbangan senyawa metidation yang dianalisis pada penelitian ini adalah karena pestisida ini termasuk jenis pestisida yang sering digunakan oleh petani dikombinasikan dengan pestisida yang lain, dimana metidation mempunyai BMR (Batas Maksimum Residu)  yang relatif kecil sehingga kemungkinan terjadinya toksisi-tas relatif tinggi. BMR pestisida metidation adalah 0,1 mg/l. BMR residu pestisida tercantum dalam SNI 7313:2008 dan disajikan secara deskriptif (Anonymous, 2008). 
Untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan adanya residu pestisida metidation dalam sayuran kubis, maka perlu dilakukan analisis residu pestisida metidation dibandingkan terhadap BMR (Batas Maksimum Residu) pestisida yang diizinkan. Salah satu metode analisis residu pestisida metidation adalah dengan metode Gas-Chromatography (GC) yang dilengkapi dengan detektor fotometri nyala. Detektor fotometri nyala ini dilngkapi dengan filter Phosfor yang hanya dapat  mendeteksi senyawa mengandung fosfor, sehingga menjadikan detektor ini sangat tepat digunakan dalam analisis pestisida golongan organofospat, tanpa terganggu oleh adanya pengotor di dalam matriks sampel.
2. Prinsip Analisis
2.1 Pestisida Metidation
           Nama IUPAC     :
S-2,3-dihydro-5-methoxy-2-oxo-1,3,4-thiadiazol-3-ylmethyl O,O-dimethyl phosphorodithioate
atau 
3-dimethoxyphosphinothioylthiomethyl-5-methoxy-1,3,4-thiadiazol-2(3H)-one
Formula     :
C6H11N2O4PS3


               Struktur    :
 
Kelarutan   :
Larut dalam benzene, acetone, methanol, xylene pelarut organik lain; kelarutan dalam air kurang dari 1%
                        (Integrated Risk Information System, 2003)

2.2 Sistem Gas-Chromatography (GC)
Sistem Gas-Chromatography dengan kondisi optimum sebagai berikut (Admawidjaja, 2004): 
Parameter
Kondisi
Kolom
OV-17
Fasa gerak
Gas nitrogen
Laju alir gas pembawa
35 ml/menit
Suhu kolom
220°C
Suhu detektor
230°C
Suhu injektor tekanan
230°C
Nitrogen
20 kPa
Tekanan hidrogen
75 kPa
Tekanan Oksigen
250 kPa
FPD Amplifier
1000

         Pada sistem kromatograf gas ini dilengkapi kolom kemas OV-17 yang mengandung fase diam poli (fenilmetil) siloksan(50% fenil) yang bersifat semipolar dapat memisahkan dengan baik pestisida organofosfat yang diuji. Suhu kolom yang digunakan 220oC dan suhu injektor dan detektor 230oC. Suhu detektor lebih tinggi dibandingkan dengan suhu kolom sehingga komponen yang dianalisis dapat terdorong keluar dari kolom menuju detektor, badan detektor diprogram suhunya 160oC, untuk mengeliminasi terjadinya embun yang dapat menggangu kestabilan nyala api dari detektor. Detektor fotometri nyala yang dilengkapi dengan filter P sehingga hanya dapat mendeteksi senyawa yang mengandung fosfor, menjadikan detektor ini sangat tepat digunakan dalam analisis pestisida golongan organofosfat, tanpa terganggu oleh adanya pengotor di dalam matriks sampel (Admawidjaja, 2004).

2.3 Analisis Residu Pestisida Metidation
            Alat Gas-Chromatography (GC) digunakan karena lebih sensitif terhadap beberapa jenis senyawa pestisida dibandingkan dengan metode lain, hanya memerlukan sejumlah kecil cuplikan. Gas chromatography memegang peranan yang spesifik karena adanya detektor yang selektif dan peka untuk senyawa halogen organik dan senyawa organofosfat. Prinsip pemisahan gas chromatography yaitu pemisahan senyawa yang mudah menguap dan stabil terhadap panas, bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya (Asnah, 2014). 
               Sebelum dilakukan metode gas chromatography, terlebih dahulu dilakukan ektraksi sampel kubis untuk dapat memperoleh senyawa metidation yang akan dideteksi yang dilanjutkan dengan spiking sampel. Pelarut yang digunakan dalam proses ini adalah etil asetat dengan adanya penambahan natrium sulfat anhidrat, kemudian pelarut dan ekstrak dipisahkan dengan menggunakan rotary evaporator, sehingga ekstrak sampel yang diperoleh lebih pekat. Natrium sulfat anhidrat berfungsi sebagai pengikat air sehingga ekstrak yang diperoleh bebas air. Etil asetat merupakan larutan polar sehingga larutan ini berfungsi untuk mengatur kepolaran ekstrak. Ekstrak yang diperoleh dinjeksikan ke dalam injektor pada sistem GC. Dari detektor pada sistem GC ini, akan terbentuk sinyal dalam bentuk puncak yang dihasilkan oleh pencatat (rekorder) berupa kromatogram dan waktu retensi. Kromatogram dan waktu retensi sampel ini kemudian dibandingkan dengan kromatogram dan waktu retensi pada baku pembanding yang sebelumnya telah diuji dalam sistem GC. Berdasarkan perbandingan luas dan ketinggian puncak kromatogram serta waktu retensi dari sampel dan baku pembanding inilah yang dijadikan dasar penentuan apakah dalam sampel tersebut mengandung residu pestisida metidation atau tidak.
             Sedangkan untuk analisis secara kuantitatif, menurut Atmawidjaja (2004) dan AOAC (1990), sebelum penentuan residu pestisida metidation dalam sampel, perlu dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan baku standart. Berdasarkan kurva kalibrasi larutan baku standart tersebut, maka dapat ditentukan lineritas metode berdasarkan persamaan linier y = ax+b dan koefisien relasi dari persamaan garis. Harga koefisien relasi (R2) ini menunjukan kelinieran dari respons detektor. Linearitas metode yang masih dapat digunakan adalah R2 > 0,99. Berdasarkan kurva baku standart ini dapat ditentukan % recovery (perolehan kembali) sampel.
           Analisis kuantitatif kadar residu pestisida metidation dapat ditentukan dengan menggunakan metode Gas-Chromatography (GC) yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (AOAC, 1990) :
    
dengan :
R       = Residu pestisida pada sayuran (ppm)
Sx     = Area sampel
Ulx   = Volume ekstrak sampel kubis yang  disuntikkan (μl)
Ngs   = Jumlah metidation standar yang disuntikkan (Volume standar yang disuntikkan
Ss     = Area standar
Fv     = Volume akhir ekstrak (ml)
W     = Massa sampel (gram)

          Selanjutnya, ditentukan keakuratan metode ini yang dapat dilihat dari harga persen recovery (perolehan kembali) residu metidation dalam matriks sampel kubis. Prasyarat metode ini memiliki kecermatan yang baik apabila persen perolehan kembali berada pada rentang 80%-110%. Rumus yang digunakan untuk penentuan persen recovery adalah sebagai berikut (Atmawidjaja, 2004):
               
     dengan :
Xr             = Kadar yang diperoleh dari hasil pengukuran ekstrak sampel
Xa            = Kadar sebenarnya larutan baku yang ditambahkan.

4. Metode Analisis Metidation pada Sampel Sayuran Kubis

    4.1  Alat dan Bahan
     4.1.1 Alat     
Alat pencincang, penyaring vakum, alat rotary evaporator, corong pisah, seperangkat instrumen gas chromatography yang dilengkapi dengan detektor fotometri nyala dan alat perekam kromatogram, generator hidrogen Whatman 25-32, pompa udara, kolom OV-17 panjang 1,2 m dan diameter 3 mm, alat gelas umum yang biasa dipakai di laboratorium analisis, timbangan analitik listrik, dan blender.

    4.1.2 Bahan
Sampel kubis yang diperoleh dari pasar tradisional di kota Malang, etil asetat, natrium sulfat anhidrat, baku pestisida metidation (99,30 %).  

    4.2  Metodologi
* Penyiapan Larutan Baku Pembanding Metidation 10 ppm
Larutan baku pembanding metidation dibuat dari standart yang telah ada, yaitu  50 ppm. Standart metidation ini kemudian diambil 2 ml dan ditandabataskan dengan etil asetat sehingga diperoleh konsentrasi standart 10 ppm. 

 * Pembuatan kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dari larutan baku pembanding metidation dengan kadar 0,1 ; 0,5 ; 1 ; 5 ; 10 ppm di dalam pelarut etilasetat kemudian disuntikkan ke dalam sistem GC sebanyak 2 μL.

* Pengambilan Sampel
Sampel kubis diambil secara acak dari 5 pedagang dari masing-masing pasar. Sampel dimasukkan kedalam toples kemudian disimpan dalam pendingin.

*Ekstraksi
Sampel di bagi menjadi tiga kelompok berdasarkan lokasi penambilan sampel, yaitu sampel A (sampel dari Pasar Merjosari), sampel B (sampel dari pasar Blimbing), dan sampel C (sampel dari Pasar Besar). Sampel kubis A,B,dan C dari masing-masing pasar dimasukkan ke dalam wadah lalu dicuci dan dicincang. Sebanyak 25 gram sampel diambil acak kemudian dimasukkan ke dalam blender ditambah 25 gram natrium sulfat anhidrat dan 50 ml etil asetat kemudian dilumatkan selama 2-3 menit. Kemudian disaring dengan penyaring vakum. Filtrat kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 35oC hingga menghasilkan ekstrak pekat sebanyak 2 mL. Filtrat pekat inilah yang dijadikan sebagi larutan sampel/larutan uji.

*Penyiapan Larutan “Spiked Sampel”
Dibuat larutan baku metidation dalam larutan etilasetat. Kemudian 25 gram sampel kubis yang telah dicincang halus di spike dengan larutan baku metidation tersebut lalu diekstraksi sesuai dengan prosedur ekstraksi sebelumnya, kemudian disuntikkan sebanyak 2 μL pada sistem GC.

 *Penetapan Kadar Residu Pestisida Metidation
Sebanyak 2 μL ekstrak disuntikkan pada GC, yang sebelumnya telah diatur pada kondisi optimum pengukuran kadar residu pestisida. Detektor yang digunakan fotometri nyala dengan filter fosfor, diatur pada penguatan 1000x. 

5. Hasil dan Pembahasan
5.1  Hipotesis Hasil
Berdasarkan metodologi tersebut di atas, maka akan didapatkan profil kromatogram larutan pembanding baku pembanding metidation dan profil kromatogram sampel, dimana profil kromatogram keduanya akan dibandingkan waktu retensi, luas area dan tinggi puncak kromatogram tersebut untuk mengetahui kandungan residu pestisida metidation pada sampel.
Berikut adalah hipotesis/kemungkinan hasil yang didapatkan dari rancangan analisis residu pestisida metidation dalam sampel kubis:
Tabel 1. Data hasil profil kromatogram larutan baku pembanding metidation:
Baku pembanding
Waktu Retensi (tR)
Luas Area
Tinggi puncak
Metidation
16,565
108175
2,673
     
 Sedangkan profil kromatogram ketiga sampel adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Data hasil profil kromatogram sampel kubis
Sampel
Waktu Retensi (tR)
Luas Area
Tinggi puncak
Sampel A
14,869
7,374
3,972
Sampel B
13,90
10,342
2,673
Sampel C
13,90
108175
2,673
         
       Parameter atau pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi apakah senyawa yang tedeteksi dalam kromatogram adalah residu pestisida metidation adalah perbandingan waktu retensi (tR) serta luas dan tinggi puncak antara baku pembanding dengan sampel yang telah di spike dengan larutan baku pembanding. Untuk analisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menghitung parameter tinggi peak dan luas peak dan menghitung kadar residu pestisida pada peak yang menunjukkan waktu retensi yang sama dengan baku standar. Berdasarkan tabel satu diketahui bahwa profil kromatogram dari pembanding baku metidation dengan luas area 108175; tinggi puncak 2,673 serta waktu retensi 13,90 menit. Data ini akan dibandingkan dengan data dari profil kromatogram ketiga sampel.
        Hasil analisis kromatogram dari sampel A menunjukkan luas area serta tinggi puncak yang berbeda dengan luas dan tinggi puncak paka kromatogram baku metidation. Pada pengukuran waktu retensi terlihat bahwa waktu retensi metidation pada sampel A juga berbeda dengan waktu retensi pada pembanding baku metidation. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam sampel A tidak ditemukan adanya residu pestisida metidation.
       Sampel B menujukkan waktu retensi kromatogram yang sama (13,90 menit) dengan waktu retensi pada kromatogram pembanding baku, tetapi tinggi puncak antara profil kromatogram pada sampel B dengan tinggi puncak pada profil kromatogram baku pembanding tidak lah sama. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa yang terdeteksi pada profil kromatogram bukanlah residu pestisida metidation tetapi senyawa tersebut masih dalam golongan yang sama, yakni golongan organofosfat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sampel B mengandung residu pestisida lain dari golongan organofosfat.
         Profil kromatogram pada sampel C serupa dengan profil kromatogram pada pembanding baku, baik luas dan tinggi puncak serta waktu retensinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel C mengandung residu pestisida metidation.
Setelah dilakukan perhitungan kuantitatif untuk menentukan kadar residu pestisida metidation pada sampel C berdasarkan persamaan 1 didapatkan kadar/konsentrasi residu pestisida metidation adalah sebesar 0,08 ppm. Kadar residu pestisida ini masih dibawah BMR yang telah ditetapkan pemerintah sehingga sampel kubis C masih layak dikonsumsi.

5.2 Penelitian yang Telah Dilakukan
          Menurut atmawidjaja (2004), kadar residu pestisida dan % recovery ditentukan dari persamaan kurva kalibrasi dari larutan pembanding metidation. Berikut adalah hasil penelitian atmawidjaja untuk analisis kuantitif residu pestisida secara GC dengan metode kurva baku :
 Berdasarkan kurva baku pembanding dengan konsentrasi 0,1 ; 0,5 ; 1 ; 5 ; 10 ppm, diperoleh persamaan y = 11858 x + 1040,6 dari persamaan garis dapat diperoleh koefisien korelasi (R2) sebesar 0,999 yang menunjukkan kelinieran dari respons detektor sangat baik.
Gambar 1 : Kurva kalibrasi metidation

Tabel 3. Data hasil % recovery metidation dalam kubis
Konsentrasi hasil pengukuran
Konsentrasi larutan baku pembanding (ppm)
%Recovery (Perolehan kembali)
9,034 ppm
10 ppm
90,34 %
Tabel 3 menunjukkan bahwa persen perolehan kembali residu metidation dalam sampel kubis C sebesar 90,34%. Hal ini menunjukkan bahwa metode ini mempunyai keakuratan yang baik.

6. Kesimpulan 
         Residu pestisida metidation golongan organofosfat dapat dianalisis dengan menggunakan instrumen gas chromatography (GC) karena GC mempunyai detektor fotometri nyala yang dilengkapi dengan filter P sehingga hanya dapat  mendeteksi senyawa yang mengandung fosfor.  
           Residu pestisida dalam sampel sayuran dapat dianalisis secara GC baik dengan metode spiking ataupun metode kurva baku. Dengan metode spiking, analisis residu pestisida dapat dilakukan dengan membandingkan profil kromatogram larutan pembanding baku dengan profil kromatogram sampel yang telah di-spike, sehingga dapat diketahui apakah sampel yang dianalisis mengandung residu pestisida atau tidak. Sedangkan untuk analisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan metode kurva baku, sehingga dapat diketahui konsentrasi residu pestisida dalam sampel serta %recovery nya. 

7. Referensi

Admawidjaja,Sudana., Rudiyanto, 2004,  Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Residu Pestisida Organofosfat pada Tomat, Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No. 2.
Anonymous. 2008. SNI 7313 : Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian. Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta. 147 halaman.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida Dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta
Integrated Risk Information System, 2003, Extoxnet (Extension Toxicology Network) : Methidathion, http://pmep.cce.cornell.edu/profiles/ extoxnet/haloxyfop-methidathion/index.html, diakses tanggal 28 April 2015.
Marzuki, Asnah.,dkk, 2014,  Analisis Residu Klorpirifos Pada Sawi Hijau (Brassica Rapa Var.Parachinensis L.) Terhadap Parameter Waktu Retensi Metode Kromatografi Gas, urnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT , Vol 3 No 4
Munarso, Joni, 2009, Studi Kandungan Residu Pestisida Pada Kubis, Tomat, Dan Wortel Di Malang Dan Cianjur, Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian: Vol. 5
Residu Insektisida pada Ekosistem Lahan Sawah Wiralaga, A.Y.A. 2004. Residu Pestisida pada Irigasi di Jawa Timur.  Risalah Seminar Hasil Tanaman Sayuran Dataran Tinggi.
Rukmana, Rahmat., 1994. Bertanam kubis. Yogyakarta: Kanisius.
Saenong, M.Sudjak. 2011. Beberapa Produk Baru Insektisida untuk Organisme Pengganggu Tanaman Pangan Holtikultura dan Tanaman Perkebunan. Jurnal disajikan pada Seminar Nasional Serelia. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Maros, 3-4 Oktober 

 8. Lampiran (Pengolahan Data)
  8.1  Penetapan Kadar Residu Pestisida Metidation dengan Metode AOAC
 8.2  Penetapan Kadar Residu Pestisida Metidation dan % Recovery dengan Kurva Baku standart
Berdasarkan kurva baku standart didapatkan persamaan linier:
 y               = 11858 x + 1040,6 ;  dengan luas area = 108175, sehingga :
 y                = 11858 x + 1040,6
108175      = 11858 x + 1040,6
11858 x     = 107134,4
x                = 9,034

% Recovery (perolehan kembali)

 

   
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar