Selasa, 02 Juni 2015



UJI ANTIMALARIA EKSTRAK
 ETANOL 80% TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica L.) TERHADAP KEMAMPUAN HIDUP MENCIT TERINFEKSI Plasmodium berghei

Afidatul Muadifah1

1Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia, Laboratorium Bioteknologi (Biotek) dan Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang (UIN) Maulana Malik Ibrahim

ABSTRAK
            Malaria adalah penyakit infeksi parasit menular yang disebabkan oleh Plasmodium, yang tersebar luas dan paling dikenal karena banyak menimbulkan kematian sepanjang zaman. Telah dilakukan penelitian tentang uji antimalaria ekstrak etanol 80% tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.) terhadap kemampuan hidup mencit yang terinfeksi plasmodium berghei. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan bahan alam sebagai  antimalaria alami, dengan menentukan kemampuan hidup mencit yang terinfeksi malaria dengan 8 variasi perlakuan. Allah telah menjelaskan dalam al Quran surat asy Syu’ara ayat 7 bahwa “Maha Besar Allah yang mana telah menciptakan berbagai macam tumbuhan yang baik dan bermanfaat”. Penelitian ini ingin mengetahui bahwa tanaman Anting-anting berpotensi memberikan manfaat sebagai antimalaria.
            Uji antimalaria dilakukan secara in vivo. Hewan coba mencit diinfeksi dengan 106 parasit Plasmodium berghei dan dibagi dalam 8 kelompok perlakuan, (1) Kontrol non infeksi; (2) Kontrol negatif; (3) Kontrol positif (klorokuin dosis 5,71 mg/kg BB)2; (4) Anting-anting dosis 0,01 mg/kg BB; (5) Anting-anting dosis 0,1 mg/kg BB; (6) Anting-anting dosis 1 mg/kg BB; (7) Anting-anting dosis 10 mg/kg BB; dan (8) Anting-anting dosis 100 mg/kg BB. Perlakuan dimulai pada hari ke-0 ketika derajat parasitemia mencapai 1 – 5% dan diamati kemampuan hidup mencit sampai 30 hari.            Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan hidup mencit kelompok ekstrak obat adalah lebih lama daripada mencit kelompok kontrol negatif.

Kata kunci: Antimalaria, tanaman Anting-anting, klorokuin, derajat parasitemia, Plasmodium berghei.



PENDAHULUAN
            Malaria adalah penyakit infeksi parasit menular yang disebabkan oleh Plasmodium, yang tersebar luas dan paling dikenal karena banyak menimbulkan kematian sepanjang zaman. Penyakit malaria sudah dikenal sejak dahulu dan dinyatakan sebagai pembunuh terbesar pada manusia sebab lebih dari 150 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini, sekitar 3 juta orang akan mati karena terkena penyakit malaria (Pelczar dan Chandalam Arif, 2008).
            The World Malaria Report melaporkan sekitar 3,3miliar orang berada pada risiko malaria. Pada tahun 2010, ada kasus malaria sekitar 216 juta dan 655.000 diantaranya mengalami kematian akibat malaria. Pada tahun 2010, 90% dari semua kematian malaria terjadi di wilayah Afrika, terutama di kalangan anak di bawah usia lima tahun. Akan tetapi dengan upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan telah menyebabkan penurunan angka kematian malaria lebih dari 25% secara global sejak tahun 2000 dan sebesar 33% di wilayah Afrika.
            The World Malaria Report (2011) juga telah membuktikan adanya peningkatan jaring insektisida dan terapi kombinasi artemisin (ACT) yang telah disediakan secara global. Akan tetapi permintaan terapi kombinasi artemisin (ACT) secara total diproyeksikan meningkat lebih dari 32% dari tahun 2010. Hal tersebut diduga karena adanya resistensi parasit Plasmodium yang telah diidentifikasi di tiga wilayah perbatasan tambahan antara Thailand dan Kamboja. Sehingga sangat dibutuhkan pemikiran baru untuk menemukan dan mengembangkan obat baru yang tidak hanya mengobati malaria oleh P. falciparum dengan cepat dan mudah melainkan juga untuk melawan resistensi parasit Plasmodium. Sebagaimana dilaporkan oleh WHO (2012), yaitu tentang penilaian up to date tren global dan regional pada upaya untuk mencegah, mengendalikan dan menghilangkan malaria. WHO ini merangkum dan menganalisa data yang diterima dari 104 negara dan wilayah serta berbagai mitra endemis malaria. Laporan ini juga mengkaji kemajuan menuju target 2015 dan menjelaskan tantangan saat ini untuk mengendalikan dan mengeliminasi malaria secara global dengan adanya kebijakan serta rekomendasi WHO di negara-negara endemik.
            Sebagian masyarakat masih mengenal tanaman Anting-anting sebagai tanaman liar yang mengganggu. Oleh karena itu perlu adanya penelitian yang lebih banyak tentang potensinya sebagai obat.
            Halimah (2010) melakukan pengujian awal untuk mengetahui adanya potensi bioaktivitas tanaman Anting-anting. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat toksisitas terhadap Artemia salina Leach pada ekstrak n-heksana lebih besar daripada ekstrak etanol dan ekstrak kloroform yaitu dengan nilai LC50 57,0933 ppm; 73,4575 ppm dan 149,374 ppm. Berdasarkan penelitian tersebut di atas, meskipun nilai toksisitas ekstrak etanol tersebut lebih kecil daripada n-heksana tetapi termasuk dalam rentang yang memberikan aktivitas antimalaria yang baik (Herintsoa et al., 2005).


            Selanjutnya, dalam penelitian Nadia (2012) tentang aktivitas antimalaria secara in vivo dari senyawa triterpenoid ekstrak diklorometana tanaman Anting-anting (Acalypha indica Linn.)pada dosis 1 mg/kg BB, 10 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB. Berturut-turut menunjukkan persen penghambatan terhadap Plasmodium berghei sebesar 38,20%; 42,70% dan 64,90%. Kemudian dari hasil analisis probit data tersebut memperoleh nilai ED50 sebesar 11,9 mg/kg BB, yang mana merupakan nilai efektifitas dosis yang cukup bagus dalam menghambat aktivitas parasit malaria.
            Kemudian penelitian Hayati (2009) yang juga menggunakan ekstrak etanol tanaman Anting-anting sebagai antimalaria menunjukkan hasil yang cukup signifikan dalam menghambat pertumbuhan parasit Plasmodium berghei akan tetapi dalam penelitian tersebut belum ada analisis probit yang bisa dijadikan acuan tentang efektifitas dosis dari ekstrak etanol sebagai antiplasmodialmaka hal tersebut sangat mendorong peneliti untuk melakukan pengujian lebih lanjut dari ekstrak etanol tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.).
            Beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut, pelarut etanol yang digunakan adalah pada konsentrasi 99% (p.a.) dan terbukti memberikan tingkat pengekstrakan senyawa aktif antimalaria yang bagus. Selanjutnya, peneliti akan mencoba untuk bisa menemukan bahan obat baru dengan menggunakan pelarut etanol konsentrasi 80% dari tanaman Anting-anting, karena merujuk pada penelitian lain yang dengan pelarut etanol 80% tersebut telah membuktikan adanya potensi aktif dalam mengekstrak senyawaan yang positif menghambat pertumbuhan parasit malaria. Diantaranya yaitu dalam penelitian Muti’ah (2010) dengan sampel batang talikuning (Anamirta cocculus)menggunakan pelarut etanol 80% yang mana menghasilkan nilai ED50 sebesar 4,7 mg/Kg BB dimana mampu melakukan penghambatan pertumbuhan Plasmodium berghei.
            Secara farmakoterapi, pembuatan obat herbal secara umum telah menggunakan pelarut etanol dengan konsentrasi 70% - 80% (Sukandar, 2011).Beberapa pernyataan tersebut, maka menjadi salah satu acuan dari penggunaan etanol 80% dalam penelitian ini.Karena pada prinsipnya, sebuah penelitian mempunyai tujuan akhir untuk pembuatan obat baru.
            Ekstrak pekat yang diperoleh dari proses maserasi dibuat dalam 5 variasi dosis, yaitu 0,01 mg/kg BB; 0,1 mg/kg BB; 1 mg/kg BB; 10 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB. Selanjutnya dilakukan uji in vivo untuk mengetahui kemampuan hidup mencit selama 30 hari.

METODOLOGI
Tanaman
            Tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.) diperoleh dari daerah Blitar, bagian batang dan daun kering diserbuk dengan ukuran ≥ 60 mesh, kemudian diekstraksi menggunakan pelarut etanol 80% dengan metode maserasi.

Hewan Coba
            Penelitian ini menggunakan hewan coba mencit jantan galur Balb/c sejumlah 48 ekor yang dibagi menjadi 8 perlakuan dengan berat badan 15 – 20 gr, umur 8 – 10 minggu. Mencit diberi makan dan minum secara ad libitum.

Rancangan Penelitian
            Penelitian ini dilakukan dengan penelitian eksperimental laboratorium. Sampel diambil dari bagian tanaman yaitu bagian daun dan batang, kemudian dikeringanginkan dan dihaluskan dalam bentuk serbuk menggunakan blender. Selanjutnya serbuk yang diperoleh dianalisis kadar airnya untuk kemudian diekstraksi maserasi secara bertahap dengan pelarut etanol 80%. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya dipisahkan dari pelarutnya menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak yang agak kental (dipastikan pelarut sudah terpisah dari ekstrak dengan caramengalirkan gas N2 sampai diperoleh berat ekstrak pekat yang konstan). Ekstrak pekat yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk uji antimalaria in vivo untuk mengetahui kemampuan hidup mencit selama 30 hari.
           
Freezing dan Thawing Isolat P. berghei
Perlakuan Freezing dan Thawing isolat parasit dalam penelitian ini merujuk pada penelitianCoutrier (2009). Hal pertama yang dilakukan dalam Freezing isolat parasit adalah dengan mengambil 0,8 mL darah jantung dari mencit donor yang telah terinfeksi kemudian dimasukkan dalam vacum tube yang telah berisi EDTA. Setelah itu vacum tube yang telah berisi darah dari jantung dan EDTA ditambahkan dengan 1,6 mL larutan Alsever’s yang mengandung 10% gliserol. Selanjutnya vacum tube ditutup dan dimasukkan ke dalam liquid nitrogen tankselama ± 1 menit. Kemudian dipindahkan dalam freez  -70 ˚C. Ketika akan digunakan atau diambil darah yang telah terinfeksi parasit tersebut untuk perlakuan infeksi, vacum tube yang telah berisi isolat parasit tersebut dikeluarkan dari freezer (proses thawing). Dengan demikian parasit memungkinkan untuk mencair dan siap untuk diinfeksikan pada hewan coba. Semua pekerjaan yang berhubungan dengan isolatP. Berghei dilakukan dalam Laminar air flow vertical dan bersifat aseptik.

Pembuatan Donor
Perlakuan dalam pembuatan donor ini merujuk pada penelitian Muti’ah et al., (2010). Dalam membuat sistem donor ini, sel darah merah yang telah terinfeksi parasit diresuspensikan sampai 200 ml dengan PBS. Kemudian disuntikkan atau diinjeksikan pada mencit secara intraperitonial (i.p).Selanjutnya dilihat derajat parasetimia mencit donor. Apabila persen derajat parasitemia pada mencit donor telah mencapai 2,5%, maka mencit tersebut dapat digunakan untuk menginfeksi mencit yang lain.

Inokulasi P. berghei
            Perlakuan inokulasi P. berghei ini merujuk pada penelitian Muti’ah et al., (2010) yang mana inokulasi P. berghei dilakukan secara intraperitonial (i.p) dengan jumlah parasit yang diinfeksikan sebanyak 1 x 106. Dalam hal pemeriksaan mencit yang telah terinfeksi parasit ini, diasumsikan pada mencit yang normal nilai hematrokritnya (angka yang menunjukkan prosentase zat padat dalam darah terhadap cairan darah) adalah 60% dan disini mencit donor memiliki 6 x 109 sel darah merah/mL dalam darah. Jika derajat parasitemia mencit donor sebesar 2,5% maka diambil darah sebesar 6,7 ml, kemudian di resuspensikan sampai 200 ml dengan larutan PBS. Setelah dilakukan infeksi selanjutnya dilakukan pengamatan parasitemia setiap hari hingga parasitemia mencapai 1 – 5% sebagai hari ke-0 terapi. Kemudian diamati kemampuan hidup mencit selama 30 hari pada masing-masing perlakuan.

Pengukuran Derajat Parasitemia
            Method in Malariae Research (2008) menjelaskan teknik pengukuran derajat parasitemia dengan mula-mula dibuat hapusan darah yang dilakukan dengan cara mengambil setetes darah dari ekor mencit dengan menggunting ekor mencit dan diteteskan pada object glass. Tetesan darah tersebut ditipiskan dengan menggunakan tepi object glass dan ditunggu sampai kering. Kemudian hasil hapusan ditetesi dengan metanol hingga merata dan ditunggu hingga kering. Selanjutnya dilakukan pewarnaan Giemsa dengan cara mencampurkan Giemsa fluka dan buffer Giemsa dengan perbandingan 1 : 5. Pewarnaan Giemsa diteteskan pada hapusan dan ditunggu selama 20 menit. Selanjutnya dibilas dengan air mengalir hingga tidak ada cat yang tersisa kemudian dikeringkan.Selanjutnya hapusan darah yang sudah dicat dilakukan pemeriksaan perasitemia di bawah mikroskop menggunakan perbesaran 1000x dengan menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi malaria dari 1000 eritrosit. Persen derajat parasitemia adalah jumLah eritrosit yang terinfeksi P. berghei dalam 1000 eritrosit. Persen derajat parasitemia ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:
Persen derajat parasitemia = Jumlah eritrosit terinfeksi/ 1000 eritrosit x 100%



            Selanjutnya, setelah mencapai hari ke-0 dengan nilai persen derajat parasitemia 1 – 5%. Maka dilakukan pengamatan kemampuan hidup mencit selama 30 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN
            Pada penelitian ini digunakan 3 kelompok kontrol, yaitu kontrol negatif, kontrol positif dan kontrol non infeksi. Kontrol non infeksi menggunakan CMC-Na 1% tanpa diinfeksikan parasit dalam tubuh mencit. Kontrol negatif yaitu diinfeksikan parasit dalam hewan coba tanpa perlakuan terapi dengan ekstrak. Kontrol positif yaitu menggunakan klorokuin karena merupakan senyawa antimalaria turunan 4-aminokuinolin yang efektif terhadap parasit dalam fase eritrosit.
            Pengamatan derajat parasitemia dilakukan pada hari ke-0. Hapusan darah diperiksa jumlah parasitemia dibawah mikroskop menggunakan perbesaran 1000x dengan menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi malaria dari 1000 eritrosit. Hasil pemeriksaan derajat parasitemia dan nilai standar deviasi ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata derajat parasitemia ekstrak etanol 80% dan standar deviasi
Kelompok
Rata-rata derajat parasitemia (%)±standar  deviasi
Perlakuan
Hari ke-0
Kontrol negatif
1,43±0,35
Kontrol non infeksi
0±0,00
Kontrol positif
2,75±0,82
Dosis 1
2,5±1,16
Dosis 2
2,38±1,42
Dosis 3
1,4±0,30
Dosis 4
2,05±1,40
Dosis 5
1,53±0,35
Keterangan:
Kontrol negatif                     : perlakuan yang diinfeksi P. berghei dengan pemberian pelarut CMC-Na 1% 0,5 mL
Kontrol non infeksi              : perlakuan tanpa diinfeksi P.berghei tetapi diberi pelarut CMC-Na 1%  0,5 mL
Kontrol positif                      : perlakuan pemberian klorokuin dengan dosis 5,71 mg/kg BB
Dosis 1                                   : pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 0,01 mg/kg BB
Dosis 2                                   : pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 0,1 mg/kg BB
Dosis 3                                   : pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 1 mg/kg BB
Dosis 4                                   : pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 10 mg/kg BB
Dosis 5                                   : pemberian terapi ekstrak Anting-anting dosis 100 mg/kg BB

            Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil rata-rata derajat parasitemia hari ke-0 mencit pada semua kelompok perlakuan sudah sama berada pada rentan 1 – 5%, kecuali untuk kelompok kontrol non infeksi. Kemudian nilai standar deviasi yang diperoleh menunjukkan ukuran sebaran statistik penyimpangan dari rata-rata nilai persen derajat parasitemia (Sulisetijono, 2006). Nilai standar deviasi untuk uji secara in vivo normalnya tidak terlalu sempit, dengan batasan besar kecilnya nilai tersebut tidak boleh lebih dari nilai rata-rata dari persen derajat parasitemia keenam mencit pada setiap hari perlakuan. Semakin lebar (tinggi) nilai standar deviasi berarti tingkat keragaman mencit adalah semakin banyak.
            Nilai standar deviasi yang diperoleh termasuk dalam pencaran normal sebagaimana sesuai pernyataan Pasaribu (1975). Dimana, nilai pencaran yang diperoleh rata-rata berada pada interval  – 2s dan  + 2s yaitu dengan persentase 95,45%. Data hasil pemeriksaan derajat parasitemia dan nilai lebar sempit standar deviasi pada Tabel 1 diatas diperjelas dengan Gambar 1.
Gambar 1. Grafik derajat parasitemia ekstrak etanol 80%
tanaman Anting-anting

            Setelah penetapan hari ke-0, maka dilanjutkan dengan pemberian terapi sesuai pada 8 kelompok perlakuan. Kemudian dilakukan pengamatan kemampuan hidup hewan coba selama 30 hari. Dimana kemampuan hidup hewan coba kelompok kontrol negatif adalah lebih pendek daripada kelompok perlakuan dosis, seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Kemampuan Hidup Mencit

            Berdasarkan kemampuan hidup yang diperoleh, terbukti bahwa ekstrak etanol 80% tanaman Anting-anting memberikan pengaruh positif yang bermaka.

KESIMPULAN
Ekstrak etanol 80% tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.) berperan sebagai antimalaria dengan memberikan kemampuan hidup hewan coba kelompok kontrol negatif adalah lebih pendek daripada kelompok perlakuan dosis.

REFERENSI
Arisandi, Y dan Andriani. 2008. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka Buku Murah.
Coutrier, Farah. 2008. Propagasi Malaria in vivo Penggunaan Hewan Coba dalam Penelitian Malaria.Jakarta: Pelatihan Propagasi Malaria-Lembaga Biologi Molekul Eijkman.
Halimah, N. 2010.Uji Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.) Terhadap Larva Udang ( Artemia Salina Leach). Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Hayati, E.K. 2009. Senyawa Potensi Antimalaria Tanaman Anting-anting (Acalypha indica L.): Ekstraksi Pemisahan dan Bioaktivitasnya Secara in-Vivo. Malang: Universitas Islam Negeri maulana Malik Ibrahim.
Herintsoa, R., Robijaona RB, R.A.S., Rasoamahanina AM., R.E.K.F., Rakotoarimanana, H., Rakotondrabe, MH., Raminosoa, M., Rakotozafy, A., Ranaivoravo, J., Rajanoarison, JF., Ratsimamanga, S., Gaston, LT., Gauthier, KM., Solomon, D., Jacob, O.M. 2005. Screening of Plant Extracts for Searching Antiplasmodial Activity.11th NAPRECA Symposium Book of Proceedings, Antananarivo. Madagascar.
Method in Malaria Research. 2008. Pelatihan Propagasi Malaria. Lembaga Biologi Eijkmen.
Muti’ah, R. 2010. Aktivitas Antimalaria Ekstrak Batang talikuning (Anamirta cocculus) dan Kombinasinya dengan Artemisin Pada Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei. Tesis Tidak Diterbitkan. Malang: Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran universitas Brawijaya.
Muti’ah, R., Enggar, L., Winarsih, S., Soemarko dan Simamora, D. 2010.Kombinasi Ekstrak Batang Talikuning Sebagai Obat Antimalaria Terhadap Plasmodium berghei. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Volume 26, Nomor 1: 8-13.
Nadia, Irma. 2012. Aktivitas Antimalaria Secara In Vivodari Senyawa Triterpenoid Ekstrak Diklorometana Tanaman Anting-anting (Acalypha indica Linn.) dan Penentuan Identifikasinya Menggunakan Spektrofotomer Infra Merah dan Uv-Vis. Skripsi Diterbitkan. Malang: UIN
Pasaribu, Amudi. 1975. PengantarStatistik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pelczar, M. J dan Chan, E.C.S., 1988.Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid 2.Jakarta: UI.
Philipson, J. D. and Wright, C. W. 1991.Medicinal Plants in Tropical Medicine, 1, Medicinal Plants Againts Protozoal Diseases.Trans. R. Soc. Trop. Med. Hyg. Volume 85, Nomor 1: 18-21.
Sukandar, E.Y., Afrianti, L.H., Adnyana, I.K dan Ibrahim, S. 2011. Aktivitas Antihiperurikemia Ekstrak Etil Asetat dan Etanol Buah Salak Varietas Bangkok (Salacca edulis Reinw) Pada Tikus Galur Wistar.J.Teknol. dan Industri Pangan.Volume 27, Nomor 1: 7-10.
The World Malaria Report. 2010. World Malaria Report 2010 High Light Fragile Progress. MMV Remains Committed to Defeating Malaria. http://www.mmv.org/newsroom/news/world-malaria-report-2011-highlights-fragile-progress.
The World Malaria Report. 2011. World Malaria Report 2011 High Light Fragile Progress. MMV Remains Committed to Defeating Malaria. http://www.mmv.org/newsroom/news/world-malaria-report-2011-highlights-fragile-progress.
The World Malaria Report. 2012. World Malaria Report 2012 High Light Fragile Progress. MMV Remains Committed to Defeating Malaria. http://www.mmv.org/newsroom/news/world-malaria-report-2011-highlights-fragile-progress.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar