Minggu, 14 Juni 2015

Biokonversi Limbah Selulosa
Oleh: Yudita Prihatini Puji Rahma Sari
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Brawijaya


 Indonesia sesuai dengan letak geografisnya memiliki areal hutan yang luas sebagai sumber bahan baku kayu, maka Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dalam pengembangan industri pengolahan kayu, khususnya industri pulp dan kertas (KemenPerindustrian, 2011). Di tengah-tengah produksi kertas yang semakin melonjak, isu lingkungan menjadi permasalahan utama. Kandungan selulosa pada kayu merupakan sumber utama penyusun pulp dan kertas.
Proses pembuatan kertas dari bahan baku serpihan kayu diproses melalui mekanik atau semi-kimia atau kimia untuk merusak lapisan lignin pada kayu yang akan dimanfaatkan selulosa kayu yang kemudian menjadi pulp. 
 
gambar 1. perusakan lignin, (silvi, 2011) 

Pulp yang telah dilakukan proses pemutihan selanjutnya diproses kembali menjadi kertas. Pemanfaatan pulp ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan yang lebih komersil oleh industri serat dan plastic, salah satunya bahan biodegradeble plastic (www.bbpk.go.id), karena pulp mempunyai kandungan selulosa asetat dan selulosa nitrat. Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polisakarida yang sangat mudah ditemukan dan digunakan dalam berbagai macam aplikasi seperti filter rokok, membran semi-permeable untuk proses pemisahan, film, cetakan plastik.
Proses pulp dan kertas diketahui juga menghasilkan limbah, limbah tersebut terbagi menjadi 3 yaitu limbah padat, cair dan gas. Limbah ini didapat dari pengolahan pertama sampai akhir proses pembuatan kertas, perolehan limbah ini dapat dilihat pada alur utama pada proses pulp dan kertas. Pada proses limbah yang pertama sering dimanfaatkan untuk pembuatan etanol.

                                 Gambar 2. Alur utama proses pulp dan kertas (Martin, 1998)



Gambar 3. Proses utama produk etanol dari limbah proses pulp dan kertas (Martin, 1998)

Proses etanol ini melaui proses biologi (enzimatik dan fermentasi). Limbah proses pulp dan kertas pada tahap selanjutnya juga bisa dimanfaatkan. Limbah yang paling melimpah adalah limbah padat berupa sludge (syamsudin, 2007). Jenis limbah ini berbeda-beda sesuai dengan sumber penghasil limbah, seperti pada tabel berikut:
Tabel 1. Sumber dan jenis limbah padat industri pulp dan kertas (kemen. Perindustrian, 2011)
Sumber Limbah
Jenis Limbah
1.      Unit penyediaan bahan baku kayu
2.      Unit pencucian dan penyaringa pulp
3.      Unit pemulihan bahan kimia (CRP)
4.      Unit persiapan kertas bekas
5.      Unit pengolahan air limbah (IPAL)
6.      Unit power plant
-          Kulit dan serbuk kayu, lumpur, pasir
-          Padatansisa saring (reject)
-          Lumpur kayu, dreg dan grit
-          Lumpur serat, plastik, lumpur tinta
-          Lumpur primer, lumpur sekunder
-          Abu (fly ash dan bottom ash)
 
 
  
Sludge ini sering diproses menjadi kompos, proses pengomposan dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu sistem terbuka dan tertutup. Proses terbuka meliputi windrow (kontak udara dilakukan dengan pembalikan) dan aerated static pile (kontak udara dilakukan dengan pengaliran udara), sedangkan proses tertutup adalah mekanisme pengomposan berlangsung dalam sistem atau reaktor tertutup (KemenPerindustrian, 2011).
Proses pengomposan dari sludge ini berlangsung lama, salah satunya dikarenakan banyaknya kandungan selulosa (rina, 2008). Peranan penting mikroorganisme selulotik dalam menghasilkan selulase untuk memutuskan ikatan glukosida beta-1,4 didalam selulosa proses mineralisasi unsur karbon dalam tanah.
Salah satu mikroorganisme yang digunakan dalam proses pengomposan sludge ini adalah Trichoderma dari family fungi. Trichoderma ini dikenal sebagai penghasil enzim hidrolitik, selulase, pektinase dan xilanase yang mampu mendegradasi polisakarida seperti selulosa. Selain Trichoderma ada jamur lain yang biasa digunakan untuk pengolahan sludge yaitu Phanerochaeta chrysosporium yang berperan pula untuk mendegradasi komponen lain dari dinding sel tanaman yakni selulosa dan hemiselulosa (Wymelenberg, 2006 dalam Rina, 2008).
Secara enzimatis, mekanisme selulosa yaitu tahap aktifitas oleh enzim C1 (selubiohidrolase) kemudian tahap hidrolase oleh enzim Cx (endoglukonase) dan β-glukosidase (Reese dkk, 1950 dalam hilda, 2013). Hidrolisis enzimatik yang sempurna memerlukan 3 tipe enzim (Ikram dkk, 2005) yaitu:
a.       Pengurai polimer selulosa dengan acak pada ikatan internal α-1,4-glikosida agar terbentuk oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi oleh endo-1,4-β-D-glucanase.
b.      Pengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non pereduksi untuk menghasilkan selobiosa dan atau glukosa oleh exo-1, 4-β-D-glucanase.
c.       Pengurai selobiosa agar menghasilkan glukosa oleh β-glucanase.
Selulosa dapat dihidrolisis menggunakan asam maupun enzim sehingga menjadi glukosa. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase (chapin dkk, 2002):
Gambar 4. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase (Chapin dkk, 2002)  

Selulosa dalam limbah sludge berasal dari bahan baku kertas yang lolos dari proses dan keluar bersama-sama air limbah. Secara fisik, selulosa berupa serat yang sangat halus yang sudah tidak dapat didaur ulang kembali. Hasil penelitian yang dilakukan Rina tahun 2008, terlihat bahwa berdasarkan kandungan karbon total, pH dan unsur-unsur hara makro yang diteliti menunjukkan adanya potensi dalam limbah sludge dimanfaatkan sebagai kompos. Kandungan sludge ini selain unsur hara juga terdapat logam berat karena dari tinta yang terlepas dari bahan kertas bekas, sehingga sebelum digunakan untuk pengomposan harus dilakukan kontrol logam berat.
 Selain limbahnya (sludge) bisa dimanfaatkan menjadi pupuk kompos (rina, 2008) tetapi juga pulp-nya bisa digunakan sebagai bahan biodegradable plastic atau salah satu bahan biobikret dari campuran limbah cair dari proses pembuatan pulp dan kertas (Syamsudin, 2007). Perkembangan pemanfaatan limbah yang mengandung selulosa dengan melibatkan agen mikroorganisme saat ini baru sampai pengomposan, selain dengan pengomposan selulosa banyak dikonversi atau dimanfaatkan kembali untuk campuran bahan bangunan, pengganti semen maupun recycle pulp yang mana dilakukan tanpa melalui bantuan enzim maupun mikroorganisme lain.




DAFTAR PUSTAKA

A.M.MARTIN, 1998. Bioconversion of Waste Materials to Industrial Products. Department of Biochemistry. Memorial University of Newfoundland. Canada
Chapin III, F.S., P.A. Matson, dan H.A. Mooney. 2002. Principles of Terrestrial Ecosystem Ecology. Springer-Verlag New York.
Hilda Chalimatus S.C. 2013. Efektivitas jamur trichoderma harzianum dan Mikroba kotoran sapi pada pengomposan limbah sludge pabrik. Tugas Akhir II. Universitas negeri semarang
Ikram-ul-haq, Muhammad Mohsin Javed, Tehmina Saleem Khan dan Zafar Siddiq. 2005. Cotton Saccharifying Activity of Cellulases Produced by Coculture of Aspergillus niger and Trichoderma viride. Res. J. Agric & Biol.  Sci. 1(3):241-245.
Kementerian perindustrian. 2011. Pedoman pemetaan teknologi untuk industri dan pulp.Implementasi konservasi energi dan pengurangan emisi CO2 di sektor Industri (fase 1).
Reese, E.T., R.G.H., Siu dan H.S. Levinson. 1950. The Biological degradation of soluble selluloses derivate and its relationship to the mechanism of cellulose hydrolysis. J Bacteriol. 59 :485-486
Rina. S. Soetopo, Endang RCC. 2008. Efektivitas Proses Pengomposan Limbah Sludge IPAL Industri Kertas dengan Jamur. Berita Selulosa. Vol. 43. No. 2. Hal 93 – 100.
Silvi octavia, tatang H. Soerawidjaja, ronny purwadi, I.D.G. Arsa putrawan. 2011. Pengolahan awal lignoselulosa menggunakan amoniak untuk meningkatkan perolehan gula fermentasi. Review. Yogyakarta. Prosising seminar nasional teknik kimia “kejuanga”
Syamsudin, Sri Purwati, & Ike Rostika, 2007. Pemanfaatan Campuran Limbah Padat Dengan Lindi Hitam Dari Industri Pulp Dan Kertas Sebagai Bahan Biobriket. Berita Selulosa, Vol. 42, No. 2, 68-75
www.bbpk.go.id
Wymlemberg, A.V., et al., 2006. Structure, organization, and transcriptional regulation of a family of copper radical oxidase genes in the Lignin degrading Phanerochaete chrysos-porium. Applied and enviromental microbiology. 72(7):4871-4877 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar