PENGARUH PROBIOTIK TERHADAP SISTEM IMUN
oleh : Yeny Diah Rahmawati
Pendahuluan
Imunitas bawaan
yang menjaga tubuh terhadap serangan patogen dimediasi oleh berbagai macam zat
larut dalam air seperti sitokin, kemokin, berbagai jenis peptida antimikroba,
sistem komplemen dan berbagai sel efektor, terutama fagosit dan sel-sel natural killer.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan efek menguntungkan dari bakteri
asam laktat (BAL) dan produk susu
fermentasi dalam meningkatkan respon imun spesifik maupun non spesifik. Mikroorganisme
probiotik dapat mengerahkan sifat menguntungkan mereka terutama melalui dua
mekanisme: efek langsung dari sel-sel mikroba hidup (probiotik) atau efek tidak
langsung melalui metabolit dari sel-sel tersebut (biogenics). Biogenics
didefinisikan sebagai komponen makanan yang berasal dari aktivitas mikroba yang
memberikan manfaat kesehatan tanpa melibatkan mikroflora usus. Komponen biogenics
paling penting dalam susu fermentasi adalah peptida yang tidak ada sebelum
fermentasi (Vinderola, et al., 2005).
Meskipun
banyak penelitian telah dilakukan pada hewan, efek dari bakteri asam laktat
pada subyek manusia tetap kontroversial. Namun, bukti kegunaannya sudah ada. Melalui
enzim mereka sendiri probiotik meningkatkan fungsi hasil cerna makanan serta
proses detoksifikasi. Meningkatkan kemampuan makanan untuk dicerna dicapai
dengan hidrolisis laktosa oleh β-galaktosidase,
degradasi β-glucan oleh strain
probiotik glukanolitik tertentu, merangsang aktivitas enzimatik endogen
mikroorganisme yang memungkinkan asimilasi makanan dengan lebih baik, dan
merangsang enzim yang terkait dengan sel-sel epitel saluran pencernaan (laktase, invertase, maltase).
Probiotik
merangsang produksi vitamin yang umumnya milik grup B dan menentukan
peningkatan aktivitas laktase, sukrase dan maltase, Mereka berkembang biak di
saluran pencernaan dan menghancurkan bakteri patogen, mengurangi katabolisme
mikroba, dan biasanya cenderung ke arah keseimbangan yang lebih baik antara lactobacilli serta meningkatkan
kekebalan tubuh dengan bertindak pada sel-sel yang terlibat dalam kekebalan
alami dan imunitas spesifik (Bolocan, LV, 2013).
Pengaruh Probiotik terhadap Sistem
Kekebalan Alami
1.
Produksi bahan-bahan anti-mikrobial
Probiotik
bersaing dengan bakteri non-commensal
dan mendukung pengeliminasian mereka melalui sekresi faktor antimikroba,
peningkatan produksi antibodi dan aktivasi makrofag dan berpartisipasi dalam
modulasi gizi dengan memproduksi vitamin dan fragmentasi molekul yang belum
tercerna. Semua fakta ini berkompetisi dengan hasil berupa dukungan terhadap
hubungan simbiosis antara organisme manusia dan probiotik. Produk probiotik
menekan jumlah, metabolisme dan produksi toksin oleh bakteri usus. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa volatile
fatty acids yang diproduks i oleh Lactic
Acid Bacteria (LAB) mampu mengendalikan kolonisasi Shigella sonnei dan Entero
Pathogenic Echeriecia Coli (EPEC)
2.
Kompetisi pada reseptor adhesi
Bakteri
patogen harus mempunyai kemampuan untuk melakukan adesi sehingga dapat
menghasilkan kolonisasi dan menimbulkan penyakit. Probiotik nampaknya berperan
sebagai pesaing (competitor) bagi
galur patogen untuk mengikatkan diri pada reseptor adesi sehingga galur patogen
tak mampu membentuk koloni dan dengan demikian tidak mampu menimbulkan penyakit.
3.
Mengurangi pH intra-luminal
Bakteri
Bifido, selain memiliki kemampuan sanogenetic
(peningkatan vitamin dan metabolisme protidic) juga memiliki aksi antibakteri terutama
pada spesies patogen (Coli,
Staphylococcus aureus, Shigella, Salmonella, dll) melalui produksi asam
lemak rantai pendek yang mudah menguap dan zat dengan kemampuan antibiotik. Lactobacilli menghasilkan asam organik
bagi mereka sendiri, hidrogen peroksida dan peptida antibakteri (lactocidin, acidophilin, lactacin B,
dll). Kebanyakan probiotik memproduksi asam laktat, yang menurunkan pH lokal
dan dengan demikian mencegah pertumbuhan bakteri yang sensitif dalam asam dan
membuat membran luar bakteri gram negatif dapat ditembus.
4.
Kompetisi terhadap nutrisi (zat
makanan)
Meskipun
usus merupakan sumber makanan yang berlimpah sehingga teori mengenai persaingan
antar mikroorganisme nampaknya tidak dapat diterima, namun perlu diingat bahwa
keberlangsungan mekanisme persaingan dengan mikro-organisme patogen hanya
memerlukan pelibatan satu jenis nutrient. Temuan penelitian in vitro menunjukkan
mikro-organisme usus dalam bentuk koloni bersaing secara lebih efisien terhadap
C. difficile berkaitan dengan monomeric glucose, N-acetyl-glucosamine dan
asam salisilat
Pengaruh
probiotik pada Intestinal Epithelium
Studi secara in vitro dan in vivo telah menunjukkan bahwa spesies dan strain bakteri tertentu
menghasilkan glikosidase ekstraseluler yang mendegradasi glikoprotein atau mucins usus dan bahwa orang lain dapat
merangsang sekresi lendir, walaupun data spesifik pada probiotik relatif
sporadis. Mack et al. menunjukkan melalui studi in vitro bahwa efek langsung dari probiotik dengan induksi ekspresi
gen dalam mucins usus dalam sel epitel, yang disebabkan baik oleh determinan
dinding sel atau produk sekresi bakteri
probiotik. Peran biologis perubahan ekspresi glycoconjugates kompleks dan lendir belum ditetapkan. Bernet dan
Collab telah menunjukkan bahwa perubahan biokimia yang disebabkan oleh
probiotik bisa menghambat pengikatan bakteri patogen dalam kultur sel usus
secara in vitro. Modifikasi khusus terhadap lapisan lendir mungkin akan bermanfaat
(dengan menghancurkan reseptor untuk patogen tertentu) atau berbahaya (dengan
mengekspos reseptor yang ditutupi oleh lapisan lendir dan menyediakan tempat
untuk patogen menempel di dinding usus).
Madsen
et al. telah menunjukkan bahwa
beberapa probiotik menghasilkan metabolit yang secara langsung mempengaruhi
permeabilitas epitel dan meningkatkan penghalang permeabilitas secara in vitro. Bukti dari studi baik pada
hewan dan pada manusia menunjukkan bahwa probiotik dapat mengembalikan
permeabilitas epitel yang rusak dan juga mendukung adanya mekanisme perbaikan
tersebut. Kemampuan ini dapat melindungi host terhadap translokasi bakteri dan invasi
bakteri patogen (Bolocan, LV, 2013)
Regulasi
Sistem Imun oleh Probiotik
Cara kerja bakteria
probiotik dalam mendesak pertumbuhan bakteri penyebab penyakit nampaknya
diawali dari pengaruh kerjanya terhadap sistem imun. Pada dekade belakangan ditemukan bahwa lactobacilli yang dimakan dapat menstimulasi
aktivitas makrofag terhadap beberapa spesies bakteri yang berbeda. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh absorbsi antigen atau translokasi lactobacilli melalui dinding usus langsung ke peredaran darah untuk
kemudian menstimulasi makrofag. Penelitian membuktikan bahwa lactobacilli yang disuntikkan intravena
ditemukan hidup dalam hati, limpa dan paru disertai aktivitas NK cell yang meningkat.
Perubahan mikroba usus
yang diperoleh dari perubahan diet dapat berpengaruh terhadap sistem imun
mukosa. Bakteri pada saluran pencernaan membentuk suatu protective barrier yang mencegah terjadinya kolonisasi oleh
organisme patogenik. Barrier tersebut
dapat dipengaruhi oleh berbagai macam keadaan patologis atau penyakit yang
disebabkan oleh bakteri dengan perawatan antibiotik dan hal tersebut dianggp
bisa dipulihkan dengan mengonsumsi bakteri hidup, meskipun mereka hanya
berkoloni untuk sementara waktu saja di dalam usus (dimana membutuhkan konsumsi
reguler oleh bakteri itu sendiri). Selain
barrie effect, beberapa metabolit bakteri laktat dapat menghambat
pertumbuhan kuman patogen.
Probiotik mempengaruhi kekebalan non-spesifik.
Ini mencakup dua sistem: sistem yang bekerja dengan antibodi yang disekresikan
oleh limfosit B (imunitas humoral) dan sistem operasi lain melalui limfosit T
secara langsung (imunitas dimediasi sel). Kedua sistem berkomunikasi satu sama
lain melalui zat kimia yang disebut interleukin. Peningkatan respon imun
spesifik diterjemahkan ke dalam aktivasi limfosit T dan B yang menyebabkan
peningkatan level interleukin dan sirkulasi antibodi (IgM dan IgG).
Probiotik juga
berpengaruh terhadap produksi antibodi (terutama IgA) dalam lumen usus. Dalam
kontak dengan antigen yang ada dalam sistem pencernaan, keberadaan IgA sangat
penting dalam saluran pencernaan, yang mewakili pertahanan pertama terhadap
infeksi. IgA diproduksi oleh sel plasma lamina sendiri, diangkut melalui epitel
dan disekresi ke dalam lumen usus sebagai sekretori IgA dalam kombinasi dengan
senyawa secretor.
IgA mampu menghambat
adesi bakteri patogen di dalam permukaan mukosa atau saluran pencernaan dengan
cara:
- Aglutinasi Bakteri
- Pengaturan protein
perekat yang ada pada permukaan bakteri;
- Interferensi zat kompleks / reseptor sel perekat
- Interferensi zat kompleks / reseptor sel perekat
Telah diketahui bahwa proses
fagositosis dilakukan terutama oleh makrofag dan ini adalah mekanisme
pertahanan utama non spesifik tubuh saat penetrasi zat asing. Probiotik merangsang aktivitas makrofag. Dalam penelitian terhadap manusia, telah
ditunjukkan bahwa produksi sitokin, aktivitas makrofag, produksi antibodi dan
pembunuh alami (Natular Killer)
populasi sel dapat dirangsang dengan makan yoghurt.
Probiotik dari strains Lactobacillus menghambat sekresi faktor
nekrosis tumor TNFα dan sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan oleh makrofag
murine. Schultz telah menunjukkan bahwa hal ini mungkin diketahui melalui TLR2
oleh Antigen Presenting Cell (APC)yang
terdapat pada Peyer’s patch dan dapat
merangsang produksi sitokin seperti TNFα dan IL8. Beberapa strain Lactobacillus
dapat menghambat proses proliferasi limfosit CD4 + tanpa mempengaruhi produksi TNFα, IL4, IL5
dan IL10, baik pada individu yang sehat maupun pasien dengan penyakit usus inflamasi.
Probiotik dapat
menentukan pengurangan produksi ini (IL6) dan peningkatan produksi IL10. Usus
biasanya menghasilkan jumlah kecil IL12, namun probiotik memiliki potensi untuk
meningkatkan produksinya tergantung pada lingkungan lokalnya. Ada kemungkinan
bahwa dengan mekanisme untuk merangsang diferensiasi CD4 + ini, meningkatkan
aktivitas sel Natural Killer akan
menghasilkan pertahanan usus lokal dengan sitolisis.
Bukti adanya efek
merangsang kekebalan dari produk susu fermentasi ditekankan oleh Perdington
pada tahun 1995. Setelah menelan spesies bakteri asam laktat oleh hewan
laboratorium, dapat diamati peningkatan yang signifikan dalam IgA dan injeksi
langsung yoghurt ke dalam peritoneum menyebabkan produksi sitokin, tipe
interferon I. Yang bertanggung jawab untuk efek ini adalah bakteri jenis L. acidophilus.
Tikus yang mengonsumsi
yoghurt probiotik menjadi sasaran translokasi dari lactobacillus dalam nodul mesenterika, dengan stimulasi limfosit
ganglionic. Juga, studi Calder pada tahun 2002, yang dilakukan pada tikus
menunjukkan bahwa bakteri asam laktat yang diberikan per ons meningkatkan
jumlah limfosit T, sel CD4 + dan antibodi, juga telah meningkatkan sekresi IgA,
fagositosis dan makrofag pernapasan, sebagai respon langsung; mereka merangsang
proliferasi limfosit, aktivitas sel NK, produksi interleukin, interferon dan
faktor nekrosis tumor.
Jelas bahwa tidak semua
bakteri asam laktat tidak sama efektivitasnya, kinerja terbaik ditemukan di Bifidobacteria, Lactobacillus acidophilus dan casei
(Lactobacillus GG). Penelitian yang
dilakukan di Institut Pasteur di Kyoto telah menunjukkan, misalnya, bahwa orang
dewasa yang mengkonsumsi Lactobacillus
brevis menunjukkan peningkatan 65% kadar interferon setelah 2 minggu
penggunaan, sedangkan aktivitas limfosit NK meningkat sebesar 68%. Pada
anak-anak yang sehat, yang makan hidangan yang disiapkan dengan bakteri bifido,
ditemukan juga peningkatan jumlah IgA dan antipoliovirus. Pemberian bakteri
probiotik menyebabkan jumlah insiden dan tingkat keparahan diare yang lebih
rendah pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit, terkait dengan peningkatan
IgG, IgA dan IgM anti-rotavirus.
Sebuah studi yang
dilakukan di China oleh Leyer pada tahun 2009, menunjukkan bahwa suplementasi
harian dengan probiotik berguna dalam mencegah penyakit virus pernapasan selama
musim dingin pada anak-anak kecil yang sehat. Probiotik menghambat sifat adheren
patogen enterobacteria patogen (E. coli) yang akhirnya sangat mengurangi jumlah
sel yang mengandung imunoglobulin A. Tempat menempelnya lactobacilli dan E coli
menjadi tidak sama, sedangkan mekanisme yang pasti untuk tindakan ini mengacu
pada kontrol langsung terhadap mikroorganisme, maupun dengan tindakan tidak
langsung dengan merangsang mikro-flora asli dan metabolismenya segera setelah
lahir, terdapat jenis-jenis yang dapat diimplementasikan mengacu kepada jenis
mikro-flora normal setempat.
Sangat menarik untuk
menghubungkannya dengan penelitian terbaru yang dilakukan Perancis pada
anak-anak dengan Bifidobacterium longum,
bakteri anaerob (Gram positif) dan yang merupakan penghuni normal usus anak,
orang dewasa dan hewan. Susu yang
difermentasi oleh Bifidobacterium longum memberikan hasil yang lebih baik
daripada yogurt terhadap diare pada anak-anak, setelah penggunaan antibiotik
eritromisin; lebih dari itu, susu yang difermentasi ini aktif terhadap infeksi
Rotavirus. Fakta yang paling relevan dari penelitian
ini adalah terutama adalah bahwa bakteri pada susu fermentasi ini memiliki efek
positif dalam mengurangi Escherichia coli
dan Clostridium perfringens oleh
metabolit (glikoprotein) yang terbentuk selama fermentasi susu dengan Bifidobacterium longum. Penting untuk
dicatat bahwa Bifidobacterium longum membutuhkan faktor-faktor berikut
pertumbuhan: laktosa, N-asetilglukosamin atau turunannya, peptida dan
glikopeptida.
Ramond pada tahun 1989
melaporkan bahwa jenis Bifidobacterium dapat menempel pada mukosa dan β
reseptor - glukosamin seperti halnya beberapa jenis patogen E. coli.
Bifidobacterium longum tampaknya sulit untuk diterapkan jika jumlah kuman asli
mencapai 1011 / g.
Strain tertentu dari
mikrobiota usus berkontribusi pada pengolahan antigen berbasis makanan dalam
usus untuk mengurangi imunogenisitas mereka secara in vivo dan in vitro.
Sebagai contoh, kasein yang diturunkan oleh enzim yang berasal dari probiotik
telah terbukti dapat memodulasi produksi sitokin oleh CD3, pada bayi dengan
alergi terhadap protein susu sapi. Percobaan dan studi terbaru menunjukkan
bahwa strain tertentu probiotik dapat menghambat proliferasi sel T dan
mengurangi baik sekresi limfosit Th1 dan Th2 dan mendorong perkembangan
populasi sel T yang memproduksi TGF-β (TGF) dan IL10.
Penutup
Kemajuan terbaru dalam
menjelaskan interaksi antara bakteri dan mukosa dari sistem kekebalan bawaan
dan sistem kekebalan adaptif memberikan dasar untuk memahami peran mikrobiota
usus dalam mencapai keadaan seimbang bebas penyakit pada host. Namun, peranan
yang pasti dari modulasi respon imun untuk respon klinis terhadap probiotik
masih belum jelas. Sulit untuk membangun kepastian, karena tidak diketahui
persis bagaimana sistem kekebalan tubuh mengenali dan merespon enterik bakteri
Gram positif (misalnya. Bifidobacterium dan Lactobacillus)
DAFTAR PUSTAKA
1. Bolocan, L.V., Popescu, F., Bica, C., Probiotics
and their Immunomodulatory Potential, 2013, Current Health Sciences
Journal, Vol.39, No.4, 2013 October December
2.
Djunaedi, D., 2007, Pengaruh Probiotik pada Respon
Imun, Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. XXIII, No.1, April 2007
3.
Erika Isolauri, The Role of Probiotics in Paediatrics, 2004,
Current Paediatrics (2004) 14, 104-109, Department of Paediatrics, University
of Turku, 20520 Turku, Finland
4.
Galdeano, C.M., A. de Moreno de LeBlanc, Vinderola,G., Bonet
M.E.B., Perdigo, G., Proposed Model: Mechanisms of
Immunomodulation Induced by Probiotic Bacteria
5.
Vinderola, G., et.al., Effects
of Kefir Fraction on Innate Immunity, 2006, journal of Immunobiology
211 (2006) 149-156, www.elsevier.de/imbio
Tidak ada komentar:
Posting Komentar