Senin, 01 Juni 2015



Penurunan kadar asam lemak bebas (ALB) dan angka peroksida  minyak goreng bekas (jelantah) menggunakan  biji kelor dengan metode despicing dan bleaching

Moh. Taufiq


A B S T R A K

Penggunaan biji kelor yang berasal dari Sumenep Madura telah mampu menurunkan kadar asam lemak bebas (ALB) dan angka peroksida  pada minyak goreng bekas (jelantah). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode despicing, and bleaching dengan variasi waktu pengadukan dan dosis biji kelor. Hasil penelitian menujukkan bahwa persentase penurunan kadar ALB dan angka peroksida tercapai pada penambahan dosis optimum biji kelor 125mg/200 g minyak goreng bekas dengan waktu pengadukan 45 menit. Kadar ALB dan angka peroksida masing-masing mengalami penurunan sebesar 74,6 % dan 84,0 %. Warna minyak goreng bekas juga mengalami peningkatan sebesar 38,20 % untuk warna cerah (L), 60,90 % warna merah (a*) dan 58,26 % warna kuning.  Interaksi yang terjadi antara sebuk biji kelor dengan zat-zat pengotor dalam minyak goreng bekas melibatkan proses adsorpsi dan koagulasi. Fenomena tersebut terjadi karena banyaknya gugus aktif dalam protein biji  kelor yang berasal dari polimer asam amino (NH2 dan COOH) seperti C=O karbonil, CH, dan R-O aromatik.

Kata kunci: Biji kelor, Minyak jelantah, Asam lemak bebas, Peroksida

1.    Pendahuluan
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan bahan pokok penduduk Indonesia dengan tingkat konsumsi yang mencapai lebih dari 2,5 juta ton per tahun, atau lebih dari 12 kg per orang per tahun. Dalam kehidupan sehari-hari minyak goreng digunakan dalam memasak sebagai medium penghantar panas, baik pada proses menumis, menggoreng dengan jumlah minyak terbatas (shallow- atau pan frying), maupun menggoreng dengan jumlah minyak yang banyak dan bahan yang digoreng terendam dalam minyak (deep frying). Minyak yang digunakan dalam proses menumis akan memberikan citarasa yang lebih lezat, dan aroma serta penampakan yang lebih menarik daripada makanan yang direbus atau dikukus. Minyak goreng juga membuat makanan menjadi renyah, kering, dan berwarna keemasan/kecoklatan, akan tetapi jika minyak goreng digunakan secara berulang kali akan membahayakan kesehatan (Widayat, Suherman dan Haryani, 2006).
Pernyataan di atas telah dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Silalahi dkk., (2005) tentang studi awal kualitas minyak goreng bekas penggunaan berulang yang hasilnya menunjukkan bahwa minyak goreng bekas banyak mengalami perubahan fisiko-kimia selama penggorengan seperti kenaikan bilangan peroksida, kenaikan bilangan asam lemak bebas (ALB), warna menjadi cokelat dan bau yang tidak sedap. Selain ALB, minyak goreng bekas juga mengandung peroksida yang merupakan produk awal dari reaksi yang bersifat labil. Reaksi ini dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya terurainya asam-asam lemak yang disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asalm lemak bebas (Ketaren, 2005).
Minyak goreng dengan kadar ALB dan angka peroksida yang tinggi dapat mengakibatkan penyakit bagi tubuh seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah, nilai cerna lemak menurun, kardiovaskuler, dan bahkan kanker hati. Minyak tersebut sudah tidak layak dikonsumsi, karena dapat mengganggu kesehatan. Disamping itu Allah telah menganjurkan dalam alquran untuk selalu mengkonsumsi makanan atau minuman yang halal dan baik bagi tubuh serta tidak menimbulkan penyakit setelah memakan dan meminumnya. Hal demikian difirmankan oleh Allah dalam alquran surat al-baqarah ayat 168.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-baqarah; 168).

Maksud dari ayat ini adalah makanan yang dikonsumsi tidak hanya harus bersifat halal, tetapi juga baik bagi tubuh. Misalnya mengandung banyak vitamin, karbohidrat, protein, lemak dan lai-lain, namun tidak mengakibatkan penyakit setelah mengkonsumsi.
Agar minyak goreng bekas yang mengandung ALB dan peroksida tinggi (melebihi standar) tidak dibuang percuma, maka perlu dilakukan pengolahan kembali dengan metode penghilangan bumbu (despicing) dan bleaching. Pada  proses bleaching agen pemucat yang digunakan adalah biji kelor tanpa dikupas kulit arinya. Biji kelor berasal dari tanaman moringa oliefera lamk yang berfungsi sebagai suatu koagulan organik alami, mengandung 15,5 % protein dan 38,4 g protein per 100 g biji kelor kering. Zat aktif yang terdapat dalam protein tersebut adalah 4 alfa 4 rhamnocyloxy benzyl isothiocyanate berfungsi sebagai pengadsorpsi sekaligus menetralkan tegangan permukaan dari partikel-partikel koloid (Anonymoous, 2004).
Hasil penelitian Savitri (2006), disebutkan bahwa biji kelor mampu mendegradasi warna hingga 98 %, penurunan BOD 62 %, dan mampu memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9 % (Winarno, 2003).
Peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan untuk menjernihkan minyak goreng bekas menggunakan biji kelor. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa warna minyak goreng bekas yang gelap menjadi jernih dan cerah kembali serta bau menjadi normal. Diduga yang terjadi pada proses bleaching minyak goreng bekas menggunakan biji kelor adalah gabungan antara koagulasi dan adsorpsi. Diharapkan penggunaan biji kelor tanpa dikupas kulit arinya dapat memperbaiki kualitas fisikokimia minyak goreng bekas seperti ALB, angka peroksida, dan warna yang memenuhi standar nasional indonesia (SNI 3741-1995).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar