Penurunan kadar asam lemak bebas (ALB)
dan angka peroksida minyak goreng bekas (jelantah) menggunakan biji kelor dengan metode despicing dan bleaching
Moh. Taufiq
A
B S T R A K
Penggunaan
biji kelor yang berasal dari Sumenep Madura telah mampu menurunkan kadar asam
lemak bebas (ALB) dan angka peroksida pada
minyak goreng bekas (jelantah).
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode despicing,
and bleaching dengan variasi waktu pengadukan dan dosis biji kelor. Hasil
penelitian menujukkan bahwa persentase penurunan kadar ALB dan angka peroksida
tercapai pada penambahan dosis optimum biji kelor 125mg/200 g minyak goreng
bekas dengan waktu pengadukan 45 menit. Kadar ALB dan angka peroksida
masing-masing mengalami penurunan sebesar 74,6 % dan 84,0 %. Warna minyak
goreng bekas juga mengalami peningkatan sebesar 38,20 % untuk warna cerah (L),
60,90 % warna merah (a*) dan 58,26 % warna kuning. Interaksi yang terjadi antara sebuk biji kelor
dengan zat-zat pengotor dalam minyak goreng bekas melibatkan proses adsorpsi
dan koagulasi. Fenomena tersebut terjadi karena banyaknya gugus aktif dalam
protein biji kelor yang berasal dari
polimer asam amino (NH2 dan COOH) seperti C=O karbonil, CH, dan R-O
aromatik.
Kata
kunci: Biji
kelor, Minyak jelantah, Asam lemak bebas, Peroksida
1. Pendahuluan
Minyak
goreng merupakan salah satu kebutuhan bahan pokok penduduk Indonesia dengan
tingkat konsumsi yang mencapai lebih dari 2,5 juta ton per tahun, atau lebih
dari 12 kg per orang per tahun. Dalam kehidupan sehari-hari minyak goreng
digunakan dalam memasak sebagai medium penghantar panas, baik pada proses
menumis, menggoreng dengan jumlah minyak terbatas (shallow- atau pan frying),
maupun menggoreng dengan jumlah minyak yang banyak dan bahan yang digoreng
terendam dalam minyak (deep frying). Minyak yang digunakan dalam proses
menumis akan memberikan citarasa yang lebih lezat, dan aroma serta penampakan
yang lebih menarik daripada makanan yang direbus atau dikukus. Minyak goreng
juga membuat makanan menjadi renyah, kering, dan berwarna keemasan/kecoklatan,
akan tetapi jika minyak goreng digunakan secara berulang kali akan membahayakan
kesehatan (Widayat, Suherman dan Haryani, 2006).
Pernyataan
di atas telah dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan Silalahi dkk.,
(2005) tentang studi awal kualitas minyak goreng bekas penggunaan berulang yang
hasilnya menunjukkan bahwa minyak goreng bekas banyak mengalami perubahan
fisiko-kimia selama penggorengan seperti kenaikan bilangan peroksida, kenaikan
bilangan asam lemak bebas (ALB), warna menjadi cokelat dan bau yang tidak
sedap. Selain ALB, minyak goreng bekas juga mengandung peroksida yang merupakan
produk awal dari reaksi yang bersifat labil. Reaksi ini dapat berlangsung bila
terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Oksidasi biasanya dimulai
dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Selanjutnya terurainya
asam-asam lemak yang disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida
dan keton serta asam-asalm lemak bebas (Ketaren, 2005).
Minyak goreng dengan kadar ALB
dan angka peroksida yang tinggi dapat mengakibatkan penyakit bagi tubuh seperti
pengendapan lemak dalam pembuluh darah, nilai cerna lemak menurun,
kardiovaskuler, dan bahkan kanker hati. Minyak tersebut sudah tidak layak
dikonsumsi, karena dapat mengganggu kesehatan. Disamping itu Allah telah
menganjurkan dalam alquran untuk selalu mengkonsumsi makanan atau minuman yang
halal dan baik bagi tubuh serta tidak menimbulkan penyakit setelah memakan dan
meminumnya. Hal demikian difirmankan oleh Allah dalam alquran surat al-baqarah
ayat 168.
Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu (QS. Al-baqarah; 168).
Maksud
dari ayat ini adalah makanan yang dikonsumsi tidak hanya harus bersifat halal,
tetapi juga baik bagi tubuh. Misalnya mengandung banyak vitamin, karbohidrat,
protein, lemak dan lai-lain, namun tidak mengakibatkan penyakit setelah
mengkonsumsi.
Agar minyak goreng bekas yang
mengandung ALB dan peroksida tinggi (melebihi standar) tidak dibuang percuma,
maka perlu dilakukan pengolahan kembali dengan metode penghilangan bumbu (despicing) dan bleaching. Pada proses bleaching agen pemucat yang digunakan
adalah biji kelor tanpa dikupas kulit arinya. Biji kelor berasal dari tanaman moringa oliefera lamk yang berfungsi
sebagai suatu koagulan organik alami, mengandung 15,5 % protein dan 38,4 g
protein per 100 g biji kelor kering. Zat aktif yang terdapat dalam protein
tersebut adalah 4 alfa 4 rhamnocyloxy
benzyl isothiocyanate berfungsi sebagai pengadsorpsi sekaligus menetralkan
tegangan permukaan dari partikel-partikel koloid (Anonymoous, 2004).
Hasil penelitian Savitri
(2006), disebutkan bahwa biji kelor
mampu mendegradasi warna hingga 98 %, penurunan BOD 62 %, dan mampu
memproduksi bakteri secara luar biasa, yaitu sebanyak 90-99,9 % (Winarno,
2003).
Peneliti telah melakukan
penelitian pendahuluan untuk menjernihkan minyak goreng bekas menggunakan biji
kelor. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa warna minyak goreng bekas yang
gelap menjadi jernih dan cerah kembali serta bau menjadi normal. Diduga yang
terjadi pada proses bleaching minyak goreng bekas menggunakan biji kelor
adalah gabungan antara koagulasi dan adsorpsi. Diharapkan penggunaan biji kelor
tanpa dikupas kulit arinya dapat memperbaiki kualitas fisikokimia minyak goreng
bekas seperti ALB, angka peroksida, dan warna yang memenuhi standar nasional
indonesia (SNI 3741-1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar